Oleh Agus Santoso
Aku lagi baik dengan Jokowi, jadi sesekali menguatkan mas Joko biar rakyat gak menderita... Biarlah Jokowi gak ngerti dunia tambang dan minyak, semoga beliau bisa menempatkan orang Profesional dan kuat sehingga bisa mengkomandoi dan mengelola sumber daya alam kita untuk kemakmuran rakyat. Biarlah Jokowi gak iso opo-opo asal pasang menteri yang kuat. Tapi Jokowi ojo ndableg dan nurut sama embok'e atau para cukong yg mendanai. Ayolah kowi, kalo narok menteri yg mumpuni aku dukung, jangan kasih menteri yg sdh trackrecordnya jelek, oon dan titipan partai ongol-ongol.
Kasian jadi Rakyat Indonesia, apa-apa nurut, dikibulin juga nurut. Pemerintah bilang Harga Pasaran Internasional naik, tapi tak dijelaskan harga Pasaran Internasional itu bentuknya apa.
Harga pasaran dunia itu bisa naik karena kenaikan harga di New York Mercantile Exchange (NYMEX) -Bursa Komoditi Amerika-. Di saat seluruh gerak harga Pasar Uang dan Pasar Saham turun, para spekulan mengalihkan dana-nya ke Pasar Komoditi, minyak selalu jadi sasaran penggelembungan harga, jadi naiknya harga minyak dunia itu terjadi bukan hanya 'real cost' tapi terjadi karena spekulasi atau tindakan ambil untung di saat sekarang (diskon) terhadap harga masa depan. Lucunya lagi Indonesia bukan mengimpor minyak mentah, tapi memproduksi minyak mentah, jadi tak perlu adanya kenaikan harga, sementara ketika terjadi ekspor harga dengan pasaran dunia Internasional, Indonesia menikmati tambahan APBN, itung-itungannya per 10% kenaikan BBM akan mendapatkan tambahan 3.5 trilyun.
Padahal angka 3,5T adalah angka yang amat kecil bila pemerintah ini punya kemauan untuk tidak mengorbankan rakyatnya dan berpikir produktif.
Pemerintah kita masih teramat arogan di depan rakyatnya karena rakyat gampang dibohongin, nurut setiap kebijakan pemerintah, ogah bertengkar dan turun ke jalan menggulingkan pemerintahan, disini notabene ancaman kepada pemerintah lebih kecil ketimbang ancaman pihak asing dan para politisi yang memiliki kepentingan apabila harga BBM dinaikkan. Akhirnya, pemerintah lebih memilih berhadapan dengan rakyat yang bargainnya lemah ketimbang harus head to head berhadapan dengan asing dan lawan politik lainnya.
Padahal untuk mengatasi lonjakan defisit APBN apabila belagak mau ngikutin standar kenaikan harga pasaran komoditi dunia, Pemerintah bisa melakukan :
1. Di anggaran negara itu ada namanya SILPA (Sisa Hasil Penghitungan Anggaran) Bagi yang sering main proyek pemerintah sudah jadi rahasia umum, SILPA itu harus dihabiskan karena kalo tak habis maka anggaran berikutnya akan turun, Tahun 2011 SILPA ada 32,2 trilyun, taukah anda berapa penggunaan SILPA itu? berapa biaya keluyuran pejabat ke luar negeri, studi banding dsb, berapa biaya untuk dihabiskan ke seminar-seminar, dan biaya lain agar anggaran tahun depan tak turun nilainya. Nah, borosnya penggunaan SILPA ini oleh birokrasi akhirnya ditanggung seluruh rakyat yang bekerja siang malam diambil hasilnya lewat pajak. Kenapa SILPA tak dialihkan untuk menutupi defisit APBN, ketimbang buat foya-foya pejabat pemerintahan.
2. Pembayaran utang angsuran pokok dan bunga sebesar Rp. 267,59 Trilyun. Taukah anda kenapa pemerintah nggak mau mengadakan reschedulling atas utang negara yang tak jelas penggunaannya itu? Sejak reformasi 1998, Indonesia dijebak oleh Amerika Serikat dengan menggunakan sistem demokrasi liberal, dengan adanya sistem demokrasi tak ada lagi pemerintahan otoriter (dulu AS mendekeng pemerintahan otoriter untuk membunuhi pengikut Sukarno, setelah Suharto kuat dan menolak AS serta perasaan pro AS amat kuat di kalangan masyarakat, maka AS tak perlu lagi pemerintahan otoriter). Dengan adanya pemerintahan berbasis demokrasi liberal maka kekuatan daya tawar melemah, pemegang kekuasaan harus melawan lawan politiknya yang seabreg-abreg itu, disinilah pemerintahan asing bermain dengan melakukan fragmentasi politik, akibatnya posisi pemegang kekuasaan di Indonesia amat lemah mereka harus menuruti semua agenda pembayaran hutang tepat waktu, karena bila tidak kekuasaannya akan terancam.
3. Kontrak bagi hasil yang dipegang pemerintah sudah amat jeleknya, Pertamina tidak memiliki teknologi baru dan tidak ada usaha yang sungguh-sungguh bagi pemerintah untuk mengembangkan Pertamina sebagai perusahaan minyak kelas dunia, tapi malah jadi pesuruh tukang isi bensin saja, untuk melihat data ini silahkan anda cari di seluruh referensi tentang Kontrak Bagi Hasil dan Cost Recovery minyak bumi.
4. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan apabila ada penghematan atas biaya seminar, kunjungan kerja yang tak jelas, iklan-iklan pemerintah di TV dan segala macam bentuk sosialisasi yang ujung-ujungnya kampanye maka pemerintah bisa menghemat 25% atau sekitar 35 trilyun duit negara bisa dialokasikan ke sektor pendidikan.
5. Jangan bohongi rakyat dengan berteriak-teriak harga minyak dunia, karena harga minyak dunia sekarang lebih ditentukan pemain spekulasi di Pasar komoditi dunia (NYMEX) bukan disebabkan real cost (biaya sesungguhnya) dari proses produksi minyak bumi.
6. Apabila kemudian APBN berhasil ditutup lewat kenaikan harga minyak bumi, rakyat juga harus mengejar berapa biaya yang dikeluarkan negara akibat tindakan mark up anggaran negara, perampokan APBN lewat proyek-proyek fiktif dan rekayasa keuangan, berapa potensi pajak yang seharusnya didapat dengan permainan orang pajak yang bekerjasama dengan pengusaha untuk menilep duit yang seharusnya didapat oleh negara.
7. Rakyat juga harus menghitung berapa biaya demokrasi kita saat ini, hampir tiap hari kita mendengar proses pemilihan kepala daerah dan sebagainya taukah anda berapa biaya politik yang dikeluarkan, ada biaya politik yang dikeluarkan dari negara ada biaya politik yang dikeluarkan dari masyarakat, biaya politik tersebut seharusnya mampu meningkatkan sektor ekonomi yang produktif ketimbang buat berdebat nggak jelas dan pasang-pasang spanduk, kenapa demokrasi sekarang malah menghasilkan sebarisan pemimpin berkualitas sampah tidak pemimpin-pemimpin hebat berkualitas jempolan seperti masa Bung Karno atau Suharto dulu? -Ada apa dengan Demokrasi Kita?-.
Kebodohan sistem, Pemerintahan yang malas dan tidak produktif akhirnya menjadikan rakyat korbannya. Tahukah anda berapa harga minyak di negara yang berdaulat energinya ?
Venezula : Rp. 585/liter...!
Venezuela menolak intervensi modal asing, melakukan nasionaliasasi terhadap semua perusahaan yang jenis usahanya merupakan hajat hidup orang banyak, melakukan akumulasi modal terus menerus untuk masa depan Venezuela dengan mengambil alih perusahaan minyaknya lewat pembelian saham, mengambil seluruh harta negara yang ditaruh di Eropa, Venezuela melakukan titik nol kilometer atas ekonominya di negaranya sendiri, ia berusaha menjadi bangsa yang kuat, Venezuela menyebarkan pengetahuan bahwa selama ini kita dibodohi oleh pemerintahan AS.
Apalah artinya demokrasi, bila negara tak berdaulat atas dirinya sendiri...!!
(Agus Santoso)
sumber : http://ift.tt/1pkaBic
No comments:
Post a Comment