Tuesday, September 30, 2014

Wacanakan Perppu, Inilah Alasan SBY



Rabu, 1 Oktober 2014, melalui akun twitter miliknya, @SBYudhoyono, Presiden SBY memaparkan rencananya mengeluarkan Perppu Pilkada.



Alasannya, Partai Demokrat masih berpendapat bahwa Pemilu langsung dengan 10 poin perbaikan seperti yang diinginkan Partai Demokrat dan SBY secara pribadi, lebih baik ketimbang Pilkada melalui DPRD.



Inilah selengkapnya pemaparan SBY.



Kemarin, saya lakukan konsolidasi internal PD dan pimpin Rapat Terbatas Kabinet utk dapatkan solusi polemik UU Pilkada.



Saya tangkap dan pahami kemarahan publik dan media dalam 5 hari ini. Izinkan saya 5 menit saja untuk menjawab.



Tahun 2011, Pemerintah identifikasi banyak ekses dari pilkada langsung, Kemendagri susun RUU Pilkada perubahan.



Desember 2011, saya tandatangani Amanat Presiden, tugaskan Mendagri dan Menkum HAM untuk bahas RUU tersebut bersama DPR RI.



Tahun 2012, ada silang pendapat antara yang setuju pilkada langsung dan tidak.



Tahun 2013, rata-rata setuju pilkada langsung, di tingkat I dan II.



Usai Pilpres 2014, peta berubah. KMP pilih pilkada DPRD, Koalisi PDIP pilih langsung. Posisi PD: pilkada langsung dgn 10 perbaikan.



Sekarang, siapa yang menginginkan Pilkada oleh DPRD? Jelas bukan SBY. Saya yakin sebagian besar rakyat pun tidak menginginkannya.



Tapi tanpa koreksi, Pilkada Langsung akan tetap membawa ekses & penyimpangan. Ini sebabnya PD bersikeras untuk memajukan 10 perbaikan.



SBY dan PD berjuang habis untuk Pilkada Langsung dengan Perbaikan, tetapi opsi ini ditolak oleh kedua kubu di DPR.



Setelah opsi PD ditolak berkali-kali, belakangan seolah ada yang setuju. Tetapi ketika PD minta opsi ini untuk divoting, ditolak juga.



Saat kritis jelang voting, saya minta Menko Polhukam hubungi @pramonoanung pimpinan sidang dari PDIP, agar PDIP & PD gabung dalam 1 opsi.



Meski punya suara terbesar, PD mengalah untuk gabungkan opsi dengan PDIP demi kepentingan rakyat. Tapi katanya voting sudah dimulai.



Proses politik di DPR yang panas dan cepat itu tdk sepenuhnya saya ketahui, karena faktor teknis. Saya dalam perjalanan dair New York ke DC.



Insya Allah, sampai kapan pun saya akan jaga amanah untuk berpolitik yang baik, tanpa agenda tersembunyi dan niat buruk, apalagi menipu.



Demokrat tidak diuntungkan dengan pilkada DPRD. Suara Demokrat hanya 10%. Partai mana yang usulkan? Siapa yang diuntungkan dengan pilkada DPRD? Ya tentu partai-partai besar.



Kalau mereka berniat membuat Pilkada oleh DPRD itu untuk bagi-bagi kursi Gubernur, Bupati, dan Walikota, rakyat kita dikemanakan?



Posisi saya sangat jelas: Saya tidak pilih Pilkada oleh DPRD, karena kemungkinan politik uang akan jauh lebih besar.



Calon Kepala Daerah yang akan dipilih DPRD, ditetapkan para elite partai. Calon-calon ini belum tentu sesuai kehendak rakyat. Pilihan di DPRD bisa transaksional.



Calon Gubernur, Bupati dan Walikota lebih ditentukan oleh para Ketua Umum Partai.



Saya juga tidak setuju jika Pilkada Langsung yang kita jalankan selama ini tidak ada perbaikan yang mendasar.



Terbukti banyak penyimpangannya. Ada 10 Perbaikan Besar yang saya dan PD usulkan, agar Pilkada Langsung kita makin berkualitas dan terbebas dari ekses buruk.



(1) Dgn uji publik, dapat dicegah Calon dengan integritas buruk dan kemampuan rendah, tapi maju karena hubungan keluarga semata dengan "incumbent".



(2) Penghematan atau pemotongan anggaran Pilkada secara signifikan, karena dirasakan terlalu besar.



(3) Mengatur kampanye dan pembatasan kampanye terbuka, agar hemat biaya dan mencegah benturan antar massa.



(4) Akuntabilitas penggunaan dana kampanye, termasuk dana sosial yang sering disalahgunakan. Tujuannya untuk mencegah korupsi.



(5) Melarang politik uang, termasuk serangan fajar dan bayar parpol yang mengusung. Banyak yang korupsi untuk tutup biaya pengeluaran seperti ini.



(6) Melarang fitnah dan kampanye hitam, karena bisa menyesatkan publik, sehingga perlu diberikan sanksi hukum.



(7) Melarang pelibatan aparat birokrasi. Banyak Calon yang menggunakan aparat birokrasi, sehingga sangat merusak netralitas mereka.



(8) Melarang pencopotan aparat birokrasi pasca Pilkada, karena yang terpilih merasa tidak didukung oleh aparat birokrasi itu.



(9) Menyelesaikan sengketa hasil Pilkada yang akuntabel, pasti, dan tidak berlarut-larut. Perlu pengawasan sendiri agar tidak terjadi korupsi.



(10) Mencegah kekerasan dan menuntut tanggung jawab Calon atas kepatuhan hukum pendukungnya. Banyak kasus perusakan karena tidak puas.



10 Perbaikan Besar itulah yang harus masuk dalam UU Pilkada yang baru. Yang melanggar mesti diberikan sanksi hukum yang tegas.



Realitasnya, DPR telah tetapkan Pilkada oleh DPRD. Karenanya, saya tengah berupaya agar sistem Pilkada ini tidak diberlakukan.



Saya tengah berkonsultasi dengan Tim ahli hukum tata negara tentang jalan konstitusional apa yang harus saya tempuh.



Salah satu opsi yang dapat ditempuh adalah dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.



Saya akan terus berjuang, sekarang, dan kapanpun, karena Pilkada oleh DPRD saya nilai lebih buruk dari Pilkada Langsung dengan Perbaikan.



Mari kita berdoa agar proses ini berjalan lancar demi terwujudnya demokrasi yang kita cita-citakan.



Demikian pemaparan, SBY. Perlu dicatat, wacana penerbitan Perppu oleh SBY ini anggap banyak kalangan sebagai wujud upaya SBY cuci tangan sekaligus menaikkan posisi tawar kepada PDI P. (fs)











sumber : http://ift.tt/1uAtMwy

KMP Kawal Perppu Penolakan UU Pilkada



Wakil ketua umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Fadli Zon mengaku akan mengkaji keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu).



Menurut Fadli, langkah yang akan dilakukan SBY tidak salah dalam konstitusi. Namun, Koalisi Merah Putih (KMP) akan terus mengawal pembahasan Perppu tersebut jika sudah sampai ke DPR.



"Perppu itu kan mekanisme yang juga diatur secara konstitusional yang jelas nanti kita akan kaji bagaimana menyikapinya. Ini adalah langkah yang saya kira sah-sah saja, bagaimana penyikapannya nanti akan kita tentukan," ujar Fadli di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu, 1 Oktober 2014.



Sebelumnya, Presiden SBY melalui akun twitternya, memastikan akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) sebagai bentuk penolakan atas UU Pilkada.



Menurut SBY, Perppu tersebut dikeluarkan akan tetap berpedoman pada 10 usulan perbaikan yang diajukan Partai Demokrat. (fs)











sumber : http://ift.tt/1rE6UbN

Fahri: "Akan jelek bagi demokrasi jika parlemen dikuasi Jokowi"




JAKARTA - Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahri Hamzah meminta Jokowi-JK fokus di pemerintahan dan tidak perlu mengkhawatirkan parlemen.



Fahri mengatakan hal tersebut, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (1/10/2014), terkait keseimbangan antara legislatif dan eksekutif.



Menurut dia, sistem demokrasi di Tanah Air akan buruk jika parlemen dikuasai koalisi pemerintahan Jokowi-JK.



"Akan jelek bagi demokrasi jika parlemen dikuasi Jokowi-JK, biar saja parlemen dikuasai koalisi Merah Putih, biarkan saja mereka fokus di pemerintah," ujar Fahri yang hari ini ikut dilantik sebagai anggota DPR periode 2014-2019.



Namun demikian, Fahri juga menyatakan sekuat-kuatnya Koalisi Merah Putih (KMP) tidak bisa membubarkan pemerintahan Jokowi-JK. Apalagi Indonesia menganut sistem presidensil.



Untuk itu, Fahri meminta agar partai koalisi yang digawangi PDI Perjuangan (PDIP) tersebut fokus membantu pemerintahan Jokowi-JK.













sumber : http://ift.tt/1uAstxo

Prabowo Legowo, Jokowi?




Iklim politik yang memanas pada saat kampanye pilpres ternyata justru semakin memanas pasca keputusan MK yang menetapkan Jokowi sebagai Presiden.



Prabowo, yang menurut KPU kalah pada proses pemilu, menggugat ke MK. Gugatan ini disambut hujan cacimaki oleh pendukung Jokowi. Mereka menyebut Prabowo tak legowo.



Sebagian kalangan kemudian membandingkan gugatan Prabowo dengan gugatan Megawati saat kalah dari SBY. Gugatan itu tak menyalahi aturan dan sah secara konstitusional.



Jika Megawati pernah melakukannya dan gugatan itu sah secara konstitusional, mengapa Prabowo saat itu dihujat ketika menggugat ke MK? Mengapa Prabowo disoraki untuk harus legowo?



Keputusan MK pun turun. Prabowo kalah oleh Jokowi. Meski ada banyak kejanggalan dalam keputusannya, Prabowo dan seluruh Koalisi Merah Putih (KMP) yang berdiri mendukung Prabowo, menyatakan legowo.



Pasca putusan MK, Koalisi Merah Putih berbaris solid dan rapat untuk menjadi oposisi dalam pemerintahan baru nanti. Tak tergiur pada bujuk rayu beriming-iming kursi kabinet, KMP pun membangun benteng kokoh di parlemen.



Soliditas KMP di parlemen rupanya berbuah pahit untuk Koalisi PDI P. Setidaknya begitulah yang mereka rasakan.



Kekalahan tiga kali berturut-turut dalam tiga momentum di sidang paripurna menyebabkan Koalisi Indonesia Hebat harus pergi ke sudut dan gigit jari.



Tiga momentum itu adalah :

1. Pengesahan UU MD3

2.Pemilihan komisioner BPK

3.Pengesahan UU Pilkada



Tak legowo, PDI P menggugat ke MK. Mereka memohon judicil review atas UU MD3. Hasilnya? Tanggal 29 September 2014, judicial review ditolak MK.



Tak legowo pada keputusan hakim-hakim konstitusi yang pernah memenangkan dan mengesahkan Jokowi menjadi Presiden, PDI P menggugat 7 hakim MK.



Tak legowo, PDI P menggugat pengesahan UU Pilkada dan menuding SBY bermain drama politik. Presiden SBY pun banjir hujatan di media sosial.



Jokowi bahkan menghasut dan memprovokasi rakyat untuk menggugat UU Pilkada itu.



Padahal jika PDI P mau jujur, kegagalan demi kegagalan PDI P sumbernya adalah pada arogansi PDI P.



Pokoknya PDI P harus menang, ini adalah pengertian demokrasi sempit yang diusung partai yang selalu mengatasnamakan rakyat dan nasionalisme.



Provokasi para elite PDI P, tak ayal mencipta kerusuhan di tengah masyarakat. Untuk mengatasinya, Presiden SBY, yang selama 5 hari ini dihadiahi bully oleh pendukung PDI P dan Jokowi, berencana menerbitkan Perppu untuk meredam kegaduhan.



Perppu yang semestinya dikeluarkan dalam kondisi kegentingan negara, dijadikan kartu tawar Demokrat kepada PDI P. Semestinya, PDI berhati-hati pada jebakan ini.



Andai PDI P dan koalisinya legowo, tentu masalah ini tak perlu berlarut-larut. Sayangnya, legowo itu hanya milik KMP dan Prabowo. (fs)











sumber : http://ift.tt/1vvZJF2

Mahfud MD: Gegara RUU Pilkada, Jokowi Bisa Di-impeachment




JAKARTA -- Mantan ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengingatkan Joko Widodo alias Jokowi untuk tidak mengembalikan RUU Pilkada ke DPR. Jika itu dilakukan maka akan membuka peluang impeachment bagi dirinya.



Melalui aku twitternya @mohmahfudmd, Mahfud mengaku kaget dengan saran Yusril Ihza mahendra yang menyarankan Presiden SBY untuk tidak menandatangani RUU Pilkada, dan kemudian Jokowi mengembalikan RUU Pilkada ke DPR.



"Kalau Jkw mengembalikan RUU itu ke DPR bisa jadi masalah serius. Misalkan DPR menolak pengembalian itu, terjadi konflik tolak tarik," ujar Mahfud dalam twitternya, Selasa (30/9/2014).



Konflik itu, lanjut Mahfud, bisa memancing sengketa kewenangan ke MK. DPR bisa berdalil Presiden menggunakan kewenangan dengan melanggar hak konstitusional DPR. Sengketa di MK pasti ada yang menang dan kalah.



"Kalau DPR menang bisa dipakai alasan utk proses impeachment krn pengkhianatan. Negara bs gaduh," kata Mahfud dalam twitternya.



Tapi kalau presiden yang menang, pada masa-masa berikutnya gantian DPR yang tak mau mengirim RUU yang sudah disepakati, sehingga tak bisa diundangkan. Bisa jadi juga semua kebijakan yang perlu persetujuan DPR nanti diganjal di DPR sehingga pemerintahan jadi stagnan. Situasi seeperti ini sungguh mengerikan.



"Oleh sebab itu, kalau SBY tak mau tandatangan tdk apa2. Jkw jg tak hrs tandatangan. Tp Jkw jgn beri umpan dgn mengembalikan RUU itu," saran Mahfud. (ROL)













sumber : http://ift.tt/1mNBEYU

Inilah 40 Anggota DPR RI dari PKS yang Akan Dilantik Hari Ini






Anggota DPR RI periode 2014-2019 akan dilantik hari ini, Rabu 1 Oktober 2014.



Hasil Pemilu Legislatif 2014, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memperoleh 40 kursi DPR RI.



Berikut daftar 40 orang aleg PKS yang akan dilantik hari ini:



1. Dapil Aceh I: Nasir Djamil 62.400 suara.

2. Dapil Sumut I: Tifatul Sembiring 74.510 suara.

3. Dapil Sumut II: Iskab Qolba Lubis 40.763 suara.

4. Dapil Sumut III: Ansory Siregar 33.291 suara.

5. Dapil Sumbar I: Hermanto 25.756 suara.

6. Dapil Sumbar II: Refrizal 25.568 suara.

7. Dapil Riau I: Chairul Anwar 51.700 suara.

8. Dapil Sumsel I: Mustafa Kamal 35.857 suara.

9. Dapil Sumsel II: Iqbal Romzi 38.652 suara.

10. Dapil Lampung I: Almuzzamil Yusuf 43.974 suara.

11. Dapil Lampung II: Abdul Hakim 72.238 suara.

12. Dapil DKI Jakarta I: Ahmad Zainuddin 50.474 suara.

13. Dapil DKI Jakarta II: Hidayat Nur Wahid 119.267 suara.

14. Dapil DKI Jakarta III: Adang Daradjatun 27.164 suara.

15. Dapil Jabar I: Ledia Hanifa Amaliah 30.179 suara.

16. Dapil Jabar II: Ma'mur Hasanuddin 31.854 suara.

17. Dapil Jabar III: Ecky Awal Mucharam 52.823 suara.

18. Dapil Jabar IV: Yudi Widiana Adia 30.119 suara.

19. Dapil Jabar V: TB Soenmandjaja 17.196 suara.

20. Dapil Jabar VI: Mahfudz Abdurrahman 61.832 suara.

21. Dapil Jabar VII: H Sa'duddin 50.935 suara.

22. Dapil Jabar VIII: Mahfudz Siddiq 47.338 suara.

23. Dapil Jabar IX: Nur Hasan Zaidi 36.517 suara.

24. Dapil Jabar X: Surahman Hidayat 68.380 suara.

25. Dapil Jabar XI: Mohamad Sohibul Iman 42.553 suara.

26. Dapil Jateng III: Gamari 20.785 suara.

27. Dapil Jateng IV: Hamid Noor Yasin 47.257 suara.

28. Dapil Jateng V: Abdul Kharis Almaayahari 34.320 suara.

29. Dapil Jateng IX: Abdul Fikri 34.173 suara.

30. Dapil DI Yogyakarta: Sukamta 49.771 suara.

31. Dapil Jatim I: Sigit Sosiantomo 34.930 suara.

32. Dapil Jatim VII: Rofi Munawar 46.669 suara.

33. Dapil Banten II: Zulkieflimansyah 38.966 suara.

34. Dapil Banten III: Jazuli Juwani 81.291 suara.

35. Dapil NTB: Fahri Hamzah 125.083 suara.

36. Dapil Kalsel I: Habib Aboe Bakar Alhabsyi 66.864 suara.

37. Dapil Kaltim: Hadi Mulyadi 53.143 suara.

38. Dapil Sulsel I: Tamsil Linrung 63.577 suara.

39. Dapil Sulsel II: Andi Akmal Pasludin 33.896 suara.

40. Dapil Papua: Muhammad Yudi Kotouky 102.536 suara















sumber : http://ift.tt/1qTaHhn

PKS Taiwan Adakan Raker 2 Hari di Kaohsiung




Kaohsiung - Kurang lebih 3 bulan pasca pemilihan legislatif dan presiden, PIP PKS Taiwan melakukan Rapat Kerja (RAKER 2014) guna melakukan konsolidasi, sosialisasi, dan penyusunan agenda kegiatan dalam satu tahun kedepan.



Raker yang rutin diselenggarakan setiap tahun ini berlangsung di Kaohsiung, wilayah selatan Taiwan, selama dua hari, Sabtu-Minggu, 27-28 September 2014.



Pada tahun ini PIP PKS Taiwan mengangkat tema “Solid dengan Ukhuwah, Lakukan Kerja Nyata”. Kegiatan yang diagendakan selama dua hari ini turut dihadiri oleh puluhan kader dari berbagai kota di Taiwan.



Doni Astoto selaku pimpinan PIP PKS Taiwan menyampaikan bahwa PKS sebagai Partai Dakwah harus tetap terus memberikan kontribusi kepada masyarakat Indonesia yang berada di Taiwan, kegiatan Raker ini bertujuan untuk menghasilkan rencana dan agenda kegiatan yang tepat, berkesinambungan, dan bisa dirasakan langusung oleh masyarakat Indonesia yang berada di Taiwan.












Kader akhwat peserta Raker PKS Taiwan

"Kita menyadari bahwa masyarakat Indonesia di Taiwan jumlahnya cukup besar terutama yang berada di sektor tenaga kerja dan bahkan berada di urutan kedua terbanyak setalah Malaysia, oleh sebab itu kerja-kerja yang bermanfaat tidak berhenti seiring dengan berakhirnya Pemilu," ujarnya.



Pada pemilu 2014 lalu PKS memperoleh hampir 3000 suara di Taiwan untuk pemilihan legislatif, hasil ini menunjukkan peningkatan dari pemilu sebelumnya. Peningkatan ini tidak lepas dari upaya dan kerja-kerja nyata PKS di berbagai lapisan masyarakat Indonesia yang ada di Taiwan. Meskipun sempat dihantam badai di tahun-tahun sebelumnya PKS terus berupaya bangkit dengan kerja-kerja nyata di tengah masyarakat. (Media PIP PKS Taiwan)













sumber : http://ift.tt/1v2gfdm

Tim Kepanduan PKS Selamat Dari Keganasan Gunung Argopuro






Hari Ahad tanggal 28 September 2014 kemarin adalah hari yang paling menegangkan bagi kami, 6 orang anggota Kepanduan PKS Jember dan Lumajang, pasalnya saat kami turun dari puncak Gunung Argopuro yang oleh masyarakat dikenal wingit atau angker itu kami terjebak dalam kebakaran hutan yang hebat.



Waktu kami turun dari puncak, tepatnya di daerah “rangkak“ -jalur baru yang dikenal sangat curam- kami melihat asap yang tebal. Maka kamipun mempercepat langkah dengan harapan jalur pendakian yang akan kami lalui belum terkena api, satu jam kami turun dari puncak mendekati wilayah hutan yang sudah sebagian terbakar, saya, Pak Cung, dan Nofrianto ada di depan. Dan ternyata yang kami khawatirkan terjadi, jalur sudah habis terbakar api yang tidak bisa kami tembus.



Kami istirat sambil menunggu 3 teman kami yang lain yaitu Pak Ridho, Ahmad dan Supriyadi. Setelah mereka menyusul, Pak Supriyadi -yang memang sudah berpengalaman di Argopuro- kami suruh untuk memimpin di depan.



Api semakin meluas dan membesar, selangkah demi selangkah kami berusaha maju, tiba-tiba terdengan teriakan, “ Tolong, tolong,” dan ternyata teman kami Pak Cung terperosok kedalam api, untung saja segera ditarik oleh pak Ahmad yang waktu itu ada di depan Pak Cung, namun rupanya bara api sudah mengenai kaki kiri pak Cung, sehingga telapak kakinya sampai ke mata kaki melepuh terbakar.



Supriyadi teman kami memberi arahan. “Apapun yang terjadi kita harus tetap berusaha turun termasuk pak Cung, sedangkan yang sudah meninggal sekalipun asal diketahui jasadnya masih dibawa turun apalagi yang masih hidup” begitu ujarnya. Namun apa boleh buat Api di depan kami semakin besar dan luas, sehingga kami terpaksa menunggu sampai sekitar 4 jam.



Ditengah penantian dalam kepungan api itulah kami hanya bisa pasrah dan terus berdoa kepada Alloh agar kami masih bisa bertemu dengan keluarga, apalagi batu batu besar juga banyak menggelinding dari atas kami, kayu - kayu Cemara yang besar juga banyak yang tumbang, sehingga lengkap sudah kehawatiran kami.



Alhamdulillah, setelah sekitar 4 jam kami menunggu sambil kami berusaha mencari jalur dan memadamkan api di jalur pendakian yang akan kami lalui, rupanya asap api semakin menipis dan kami berusaha untuk terus turun menjauh dari kepungan api yang katanya juga terlihat dari perkampungan penduduk di bawah, hingga kami akhirnya sampai di titik aman.



Hari itu kami sebagai Personil kepanduan mendapat pelajaran yang tidak akan kami lupakan sepanjang hidup kami. Lolos dari Kepungan api di hutan lereng puncak gunung Argopuro.



Muhammad Hanafi

Anggota Korsad kab. Lumajang- Jatim











sumber : http://ift.tt/1xyMOo4

Berbagi itu Membahagiakan




Jaman dulu waktu kami masih penempatan di Jember, kami punya tetangga samping rumah yang kaya raya. Rumahnya dua lantai menjulang. Keluarga ini baiik sekali.



Ga ada angin ga ada hujan mereka bikin acara makan-makan ngundang kami. What? Dalam rangka apa? Ga ada apa-apa. Rupanya si ibu ini seneng kalo liat aku makan. Katanya lahap banget, hahaha. Telap telep, kalo bahasa jawanya. Jadi malu. Lahap dan rakus kan beda tipis, hihihi.



Terkadang kami juga diajak jalan-jalan dengan mobil mereka.



And you know what, bagi kami orang yang engga punya mobil kala itu, diajak jalan-jalan oleh orang naik mobil itu menyenangkan dan berkesan sekali lho. Kami berpikir, "Ah betapa mereka ini orang kaya yang baik hati."



Think about it.



Kalo kamu punya mobil, punya rejeki lebih, ajakin jalan deh mereka yang secara ekonomi di bawah mu. Insyaa Allah itu menyenangkan hati mereka.



Lain cerita. Kalo tadi cerita jaman dulu, kali ini cerita jaman sekarang.



Suatu hari, aku beli lampu meja/lampu belajar (buat ngomik) beli di Giant. Baru dipake sebentar ee meletus, jdaaar kaya ada yg konslet gitu. Temennya Mama K (sesama wali murid di sekolah) menawarkan bantuan, "Biar dibenerin bapak e aja, Mama Keviin." Maksudnya biar dibenerin ama suaminya aja, seorang pensiunan tentara. Mereka tinggal di rumah petak tak jauh dari komplek kami. Mereka ini baiiiik sekali.



Maka lampu belajar itu pun mereka bawa pulang.



Sayangnya lampu itu tidak berhasil dibetulkan dan tetap tak menyala.



And you know what, yang mengejutkan ibu itu justru ngasih lampu belajar milik si kakak yang udah gede dan ngga pernah dipakai lagi, "Udah ini aja Mama Kevin." Alhamdulillah udah ditawarin bantuan benerin (walaupun ga berhasil) eeh malah dikasih lampu belajar.



Masyaa Allah. Tuh lampunya kupake ngomik di kamar :)



Mereka yang secara ekonomi di bawah kami justru senang memberi. Mereka ga pake istilah nguyahi segoro (ngapain menggarami air laut = memberi sesuatu kepada orang yg lebih mampu), karena istilah itu menurutku agak-agak sinis dan diskriminatif. Ibu itu memberi karena Mama K adalah salah satu teman baiknya.



Aku kasih contoh lain soal nguyahi segoro. Misal kamu punya empat sahabat. Yang tiga kurang mampu, yang satu orang kaya. Lalu yang tiga sering kamu kasih hadiah, tapi yang kaya ngga pernah kamu kasih apapun dengan alasan ah nguyahi segoro. Padahal menghadiahi sesuatu itu menyenangkan hati dan menumbuhkan cinta.



Tahaaduu tahabbuu... Saling menghadiahilah kalian niscaya kalian akan saling menyayangi, begitu sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang diriwayatkan Imam Bukhari.



Mudah-mudahan dua cerita di atas menginspirasi.



(Ardian Squ Candra)

Pegawai di Kemenkeu











sumber : http://ift.tt/1owrh7c

Besok Dilantik Sebagai Anggota DPR RI, Hari ini Tifatul Sembiring Resmi Mundur dari Menkominfo



pkssumut.or.id, Terhitung Selasa (30/09/2014) hari ini, Tifatul Sembiring resmi mundur sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo).



“Saya sudah resmi mundur, Keppresnya turun per hari ini,” kata Tifatul Sembiring.



Tifatul melepaskan jabatan dan meninggalkan kantornya di Jalan Merdeka Barat sebenarnya mulai Senin (29/09/2014) kemarin, namun Keppres baru turun hari ini menyusul ia terpilih dan ikut dilantik sebagai anggota DPR RI dari PKS, padaRabu (1/10/2014) besok.



“Saya sudah menyusun semacam buku memori untuk pengganti saya, di dalamnya memuat apa saja yang belum dan harus dilakukan untuk sektor komunikasi dan informatika kita,” pungkasnya. [jurnal3]





sumber : http://ift.tt/1rAeG6x

Darah itu Merah, Jenderal!




Jika di awal kemerdekaan bangsa Indonesia mengenal Soekarno sebagai seorang pahlawan super proklamasi dan revolusi, maka setelahnya bangsa ini mengenal Soeharto sebagai pahlawan super selanjutnya, yang ternyata merupakan anti tesis dari pahlawan sebelumnya. Saat itu, 30 September 1965, Soekarno yang pro Komunis dikudeta oleh anak asuhannya sendiri.



Penumpasan gerakan kudeta Partai Komunis itu melejitkan nama Soeharto, yang kemudian menenggelamkan Soekarno dengan Supersemar yang ia tandatangani sendiri.



Kemudian rezim Soeharto melalui MPR-S menelurkan Tap MPRS XXV/1966 tentang Pelarangan Penyebaran Ajaran Marxisme/Leninisme. Inilah aturan yang melarang segala bentuk kemunculan Komunisme di negeri ini. Dan sejak itulah, Komunis menjadi dosa besar tak terampuni, bahkan dibandingkan pelaku zina di kampung-kampung.



Dan bagi Anda yang masa kecilnya bahagia, saban tanggal 29 September malam akan menyaksikan film Pemberontakan G-30S/PKI yang legendaris itu. Sebuah propaganda apik dari sebuah rezim politik. Mungkin Anda ingat kalimat, "Darah itu merah, Jenderal!"



Komunis terus hidup meski tersengal-sengal di bawah tanah, menanti celah dimana ia dapat kembali tumbuh subur di antara petani dan buruh. Bahkan di awal reformasi yang menumbangkan Soeharto, orangorang berjiwa Komunis mendirikan Partai Rakyat Demokratik, yang kini bubar dan ketuanya menjadi anggota PDI Perjuangan.



Saat Presiden Abdurrahman Wahid mengusulkan untuk ‘menghidupkan’ Komunisme dengan mencabut Tap MPRS XXV/1966, jagat politik kembali hiruk. Sebagian orang mendukungnya, dan kebanyakan menolak. Komunis adalah sebuah sejarah kelam yang selalu menggunakan arit dan tetesan warna merah untuk mewujudkan tujuannya. Terlebih lagi, komunisme dan atheis seiring sejalan, berlawanan dengan bangsa Indonesia yang (konon) relijius.



Oknum-oknum PDI Perjuangan beberapa kali menyetujui pencabutan aturan yang melarang Komunis tersebut. Di antaranya sesepuh mereka, Frans Seda.



Sementara yang terbaru, Bambang Beathor Suryadi, saat kampanye Pilpres 2014 lalu juga mengusulkan hal serupa. “Hanya dengan mencabut TAP MPRS No XXV/ 1966, bangsa ini kembali “mampu” membentengi bangsa, negara dan rakyat dari rongrongan ideologi dan maksud bangsa lain,” ungkapnya.



Selain itu, juga ada Musdah Mulia, tokoh liberal ini di depan publik menjanjikan pencabutan aturan tersebut. Hal itu disampaikannya saat menjadi juru kampanye.



Pada masa presiden Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono, isu pencabutan Tap MPRS XXV/1966 hampir tidak ada. Namun, beberapa manuver partai pemenang pemilu saat ini yang “belajar” ke Partai Komunis China memberikan kekhawatiran tersendiri bagi saya. Terlebih lagi kader-kader Sosialis atau Kiri (biasanya sepemikiran Komunis) memang ada banyak partai tersebut. Termasuk juga yang selama ini aktif dalam pergerakan Kiri, di luar partai, yang kemarin menjadi pembela sejati sang tokoh calon presiden.



Perkiraan saya, isu yang akan digunakan untuk membuka keran formal Komunisme adalah hak kebebasan apapun dalam demokrasi. Oleh karena itu, belajar dari berbagai negara yang berhasil menumpas Komunisme, obat terbaik dalam mencegah penularan dan perkembangan Komunis di sebuah negara adalah agama bagi ummatnya, apapun itu. Baik itu dari sisi fikriyah, ruhaniyah, maupun maliyah.



(Abu Saif Kuncoro Jati)













sumber : http://ift.tt/1po1Pkq

Jokowi Ajak Seluruh Rakyat Gugat UU Pilkada ke MK



Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) menilai pemilihan kepala daerah lewat DPRD di UU Pilkada yang sudah disahkan sebagai bentuk perampasan hak-hak rakyat.



"Yang jelas, selain parpol yang merebut hak politik rakyat, tapi juga merebut kegembiraan politik rakyat," ujar Jokowi di Balai Kota, Jakarta, Senin (29/9/2014).



Rakyat berhak menuntut haknya dalam proses tersebut. Untuk itu, Jokowi mendorong seluruh rakyat Indonesia beramai-ramai menggugat UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK).



"Saya mendorong masyarakat sebanyak-banyaknya untuk menggugat," katanya.



Sebelumnya DPR telah mengesahkan UU Pilkada lewat sidang paripurna pada Jumat (26/9). Dalam pengesahan tersebut terjadi tarik menarik antara kubu yang mendukung pilkada langsung dan lewat DPRD. (in/fs)











sumber : http://ift.tt/1vsVLgm

Tak Terima Difitnah, Demokrat Tantang PDI P Buka Rekaman Forum Lobi Fraksi

Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Pramono Edhie mengaku kecewa dengan sikap Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI P), Hanura, dan PKB, saat sidang paripurna pengesahan RUU Pilkada menjadi UU Pilkada.



Menurut Pramono, ketiga partai tersebut sama sekali tidak mendukung sepuluh opsi pilkada langsung Partai Demokrat saat forum lobi fraksi.



Namun tiba-tiba saat paripurna dimulai ketiga partai itu mendukung opsi Partai Demokrat.



"Mana buktinya kalau menerima, wadahi dong, harus ada bukti," tandasnya di Gedung DPR, Senin, 29 September 2014.



Bahkan, bekas Kepala Staf Angkatan Darat ini menantang untuk membuka rekaman saat forum lobi fraksi. Dia menegaskan tidak ada yang mendukung 10 opsi partainya.



"Kalau iya diterima, pasti ada tiga opsi. Tidak ada satu fraksi lain menyetujui (10 opsi Demokrat)," ujarnya.



"Kenapa (10 opsi pilkada langsung) ditolak? SBY inginkan pemilihan yang semakin baik. Kalau ditolak terus kami lewat mana? Lima jam berkomunikasi (lobi fraksi) tidak ada keputusan," kata Pramono. (fs)











sumber : http://ift.tt/1rpXDXc

Berkebalikan Dengan Jokowi, JK Ternyata Dukung Pilkada Tak Langsung



Jusuf Kalla, Wakil Presiden yang terpilih mendampingi Jokowi, ternyata pernah menyatakan mendukung Pilkada tak langsung.



Untuk membantu mengingat, berikut penggalan langsung berita bertanggal 2 Oktober, 2011.



"Jenjang Demokrasi Terlalu Panjang, JK Dukung Pilgub Langsung Dihapus"



Wakil presiden Republik Indonesia periode 2004-2009, Jusuf Kalla (JK), mendukung usulan pemerintah menghapus pemilihan gubernur (pilgub) secara langsung.



Menurut pendapat JK, gubernur lebih baik dipilih DPRD provinsi sebab posisinya merupakan kepanjangan pemerintah pusat di daerah.



Model demokrasi di Indonesia, kata dia, sangat tidak efektif. Sebab, jenjang pemerintahan pemilihan pemimpin mulai desa, kabupaten/kota, provinsi, hingga negara, dilakukan secara langsung. Hanya tingkat kecamatan saja yang ditunjuk melalui pejabat karier pegawai negeri sipil (PNS).



"Jenjang demokrasi di Indonesia terlalu tinggi. Gubernur lebih baik dipilih DPRD," kata JK, Minggu, 2 Oktober 2011.



Dalam draf revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda), pemerintah mengusulkan penghapusan usulan pemilihan langsung.



Sebagai gantinya, gubernur dipilih lewat mekanisme pemilihan DPRD. Adapun gubernur terpilih menunjuk wakil gubernur yang berasal dari birokrat dengan jenjang pangkat dan jabatan tertinggi.



Meski banyak kalangan menilai usulan pemerintah itu bentuk kemunduran demokrasi, JK mengapresiasi kebijakan pemerintah soal RUU Pemda itu. Pasalnya, TIDAK ADA negara di dunia yang menerapkan model pemilihan langsung berjenjang seperti di Indonesia.



Karena itu, ia sependapat gubernur dipilih melalui mekanisme terbatas oleh DPRD. (Republika/fs)













sumber : http://ift.tt/1mKaxh8

Kalah Lagi Dari Koalisi Merah Putih, PDI P Ancam Gugat Tujuh Hakim Konstitusi



PDI Perjuangan mempertimbangkan akan melaporkan tujuh Hakim Konstitusi ke Dewan Etik Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ditolaknya gugatan Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).



“Kami mempertimbangkan untuk melaporkan hakim yang di luar dissenting ini ke Komite Etik,” kata Ketua Bidang Hukum dan HAM DPP PDI P, Trimedya Panjaitan, usai sidang di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin, 29 September 2014.



Trimedya menduga ada kepentingan politik dalam pengambilan keputusan gugatan. Pasalnya, ada dua hakim yang menyatakan dissenting opinion atau berbeda pendapat, yakni Arief Hidayat dan Maria Farida Indrati.



“Ada dua Hakim Konstitusi yang dissenting opinion. Ini jarang terjadi dalam proses uji materi. Ini menunjukkan mereka tidak bulat,” ucapnya.



Menurut dia, revisi UU MD3 ini bertentangan dengan asas hukum. PDI P, juga mencium ada proses politik di balik penyusunannya.



“Ini cacat hukum. Ini yang kami rasakan dan dirasakan mereka juga. Putusan ini juga menunjukkan (Hakim Konstitusi) tidak bulat dan dipaksakan,” pungkasnya.



Menanggapi hal tersebut, MK mengatakan, pembentukan UU yang tidak mengikuti aturan tata cara pembentukan UU tidak serta-merta membuat UU yang dihasilkan dianggap inkonstitusional.



Bisa saja UU yang dihasilkan sesuai aturan, tetapi materinya justru bertentangan dengan UUD 1945. Sebaliknya, UU yang dibuat tidak sesuai aturan justru memiliki materi yang sesuai UUD 1945.



MK berpendapat, perubahan UU MD3 yang dilakukan setelah pilpres juga tidak bertentangan dengan konstitusi. MK menganggap hal itu lazim dilakukan. Bahkan, perubahan UU MD3 dapat terjadi segera setelah pelantikan anggota baru Dewan. (fs)











sumber : http://ift.tt/10iwZ7b

Koalisi PDI P Kalah Melulu, @Fahrihamzah Minta Jokowi Jangan Takut

Wakil Sekjen Partai Keadilan Sejahtera Fahri Hamzah menyebut uji materi atau judicial review Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD 3) yang ditolak Mahkamah Konstitusi sebagai kemenangan tambahan untuk Koalisi Merah Putih.



Namun Fahri mengingatkan presiden terpilih Jokowi tidak perlu merasa takut dengan kemenangan-kemenangan yang diraih koalisi merah putih ini.



“Jangan terlalu takut lah. Ini biasa saja. Menguatnya dewan baik untuk rakyat,” kata Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa, 29 September 2014 malam.



Menurut Fahri, Koalisi Merah Putih tidak bertujuan menjegal semua kebijakan yang dilakukan oleh koalisi Jokowi-JK. Fahri menegaskan, kebijakan dan keinginan Jokowi-JK juga akan didukung jika hal tersebut dinilai tepat.



Sayangnya, imbuh Fahri, sejauh ini pilihan dan kebijakan yang diambil Jokowi-JK memang tidak sesuai dengan ideologi Koalisi Merah Putih.



“Jangan karena Koalisi Merah Putih menang lagi, waduh bahaya ini, tidak biasa saja,” ujarnya.



Fahri mengatakan, jika dia menjadi Jokowi, dia justru akan senang karena ada kekuatan besar di parlemen yang mengawasi pemerintahannya.



“Kalau saya jadi Jokowi, saya dorong biar DPR di Koalisi Merah Putih semakin kuat. Supaya bisa disiplin dalam pengawasan,” ucap dia.



Seperti diketahui, PDI-P mengajukan gugatan terhadap UU MD3 karena keberatan dengan peraturan yang menyebut Ketua DPR tidak lagi dipilih dari partai pemenang pemilu.



Dengan ditolaknya gugatan ini, maka PDI-P tak lagi secara otomatis menempati kursi Ketua DPR, melainkan harus mengikuti proses yang sudah ditetapkan dalam UU Tata Tertib DPR.



Setiap partai nantinya akan mencalonkan lima nama pimpinan DPR dalam satu paket. Selain UU MD3 ini, kubu koalisi Jokowi-JK di parlemen juga sudah kalah suara dalam pengesahan UU lainnya, seperti UU Tatib DPR dan UU Pilkada. (fs)











sumber : http://ift.tt/1rz1qPj

Monday, September 29, 2014

Fahri: Jokowi Tak Perlu Takut




JAKARTA - Wakil Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahri Hamzah menyebut uji materi atau judicial review Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD yang ditolak Mahkamah Konstitusi sebagai kemenangan tambahan untuk Koalisi Merah Putih. Namun dia mengingatkan presiden terpilih Joko Widodo tidak perlu merasa takut dengan kemenangan-kemenangan yang diraih koalisi merah putih ini.



"Jangan terlalu takut lah. Ini biasa saja. Menguatnya dewan baik untuk rakyat," kata Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin 29/9/2014) malam, seperti dilansir KOMPAS.com.



Menurut Fahri, Koalisi Merah Putih tidak bertujuan menjegal semua kebijakan yang dilakukan oleh koalisi Jokowi-JK. Dia mengatakan, kebijakan dan keinginan Jokowi-JK juga akan didukung jika hal tersebut dinilai tepat. Sayangnya, lanjut dia, sejauh ini pilihan dan kebijakan yang diambil Jokowi-JK memang tidak sesuai dengan ideologi Koalisi Merah Putih.



"Jangan karena Koalisi Merah Putih menang lagi, waduh bahaya ini, tidak biasa saja," ujarnya.



Fahri mengatakan, jika dia menjadi Jokowi, dia justru akan senang karena ada kekuatan besar di parlemen yang mengawasi pemerintahannya. "Kalau saya jadi Jokowi, saya dorong biar DPR di Koalisi Merah Putih semakin kuat. Supaya bisa disiplin dalam pengawasan," ucap dia.



PDI-P mengajukan gugatan terhadap UU MD3 karena keberatan dengan peraturan yang menyebut Ketua DPR tidak lagi dipilih dari partai pemenang pemilu. Dengan ditolaknya gugatan ini, maka PDI-P tak lagi secara otomatis menempati kursi Ketua DPR, melainkan harus mengikuti proses yang sudah ditetapkan dalam UU Tata Tertib DPR.



Setiap partai nantinya akan mencalonkan lima nama pimpinan DPR dalam satu paket. Selain UU MD3 ini, kubu koalisi Jokowi-JK di parlemen juga sudah kalah suara dalam pengesahan UU lainnya, seperti UU Tatib DPR dan UU Pilkada.











sumber : http://ift.tt/1rAKvx7

[CatatanSejarah] NU dan PKI Ternyata Miliki Kedekatan Spiritual



Putmainah, 86 tahun, mantan anggota Fraksi Partai Komunis Indonesia (PKI) di DPR Gotong Royong Kabupaten Blitar, mengungkap sebuah kisah sejarah yang unik mengenai hubungan PKI dan NU.



Meski separuh tubuhnya lumpuh akibat stroke, ingatan Putmainah masih cukup tajam dalam mengurai kisah-kisah sejarah bangsa, yang mungkin, tak kan ditemukan di kitab ajar siswa.



Putmainah mengenang, jauh sebelum peristiwa Gerakan 30 September 1965, secara politik, Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Partai Nahdlatul Ulama (NU) tidak pernah menjadi lawan, bahkan cenderung mesra.



Setidaknya hal itu terjadi di Gedung DPRGR Kabupaten Blitar. Putmainah jarang berbeda pendapat dengan Almarhum Kayubi, anggota DPRGR dari Fraksi Nahdlatul Ulama dan anggota lainnya.



“Kami kerap boncengan bersama kalau mengantor. Setiap memanggil saya, Pak Kayubi selalu menyebut Mbak Yu,” tuturnya saat ditemui di rumahnya di Desa Pakisrejo, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar.



Kayubi merupakan pendiri Barisan Ansor Serba Guna (Banser), organisasi sayap (badan otonom) NU. Tidak banyak yang tahu, Banser pertama kali didirikan di kota kelahiran Soekarno. Sedikit pula yang tahu, bahwa jasad Kayubi, sang pendiri Banser dimakamkan di Ponorogo.



Sementara Putmainah, selain anggota Fraksi PKI juga merupakan Ketua Gerwani, under bow PKI Kabupaten Blitar.



Putmainah berkisah, setiap musyawarah membahas program kerja di gedung bekas markas Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo), PKI dan NU hampir selalu menemukan suara bulat.



Duduk di kursi tua sambil menahan sebelah lengan yang sudah dua tahun mati rasa, Putmainah mengurai cerita. Lawan utama PKI, adalah Partai Masyumi.



Partainya dan Masyumi selalu berdebat sengit saat membahas berbagai isu di dewan.



Sekadar membuka kisah masa lalu, PKI di DPRGR Kabupaten Blitar memiliki dukungan suara rakyat terbesar setelah PNI. Organisasi sayapnya, seperti Gerwani, Pemuda Rakyat, SOBSI, BTI, Lekra, dan Pemuda Rakyat, maju pesat. Sementara perolehan Masyumi dan NU masih jauh di bawahnya.



Tidak heran, sebelum peristiwa 30 September 1965 meletus, Ketua Umum PKI Dipa Nusantara Aidit pernah turun ke Blitar untuk memantapkan kader-kader pelopor partai.



Putmainah adalah putri tokoh Serikat Islam Merah (SI Merah) Almarhum Mansyur, juga cucu KH Abdurrahman, sisa Laskar Diponegoro yang bergaris keturunan langsung dengan Sunan Tembayat Jawa Tengah.



Putmainah menganggap komunikasi dengan orang orang NU bisa berjalan mudah. Tidak hanya di gedung parlemen, setiap agenda kerja turun ke bawah (turba), sejumlah anggota PKI dan NU selalu berjalan bersama.



Selain dengan Kayubi, Putmainah yang pernah dibui 10 tahun di penjara Plantungan Semarang itu mengaku juga menjalin komunikasi dengan anggota Fraksi NU yang lain.



“Meski PKI, saya berasal dari keluarga yang Islami. Selain dengan Kayubi, saya juga ingat orang fraksi NU lain namanya Siti Fatimah. Orangnya juga baik,” paparnya.



Di luar ideologi materialisme historis dialektis, PKI-NU memang memiliki spirit yang kurang lebih sama dalam menolak segala bentuk penjajahan dan penindasan manusia.



"Mengacu pada sejarah itu, seharusnya konsep rekonsiliasi terkait peristiwa 65 antara-warga NU dan eks-komunis seharusnya bisa berjalan dengan baik,” terang Putmainah. (fs)





Sumber : Solichan Arif (Koran SI)











sumber : http://ift.tt/1xvZigi

AS Ciptakan Teroris Fiktif Untuk Hancurkan Islam



Jason Ditz, seorang wartawan sebuah portal berita antiwar.com, memiliki kisah menarik soal Kelompok Khorasan.



"Orang-orang di Suriah, terutama mereka yang berafiliasi dengan pemberontakan, bingung karena tidak satu pun pernah mendengar Kelompok Khorasan," tulis Ditz.



"Sebagian berusaha mencari informasi ke Al Qaeda, tapi tidak mendapat jawaban. Lainnya hanya mempergunjingkan, dan berteori," lanjutnya.



Pieter van Ostaeyen, analis politik Suriah, menghubungi semua sumber di kalangan jihadis tapi tak mendapatkan apa-apa kecuali pernyataan kebingungan.



"Saya sampai pada kesimpulan Kelompok Khorasan tidak pernah ada," ujar Ditz.



"Kelompok Khorasan hanya nama yang dibuat AS", tegas Ditz.



Pertanyaannya, mengapa dan bagaimana Presiden AS Barrack Obama harus memunculkan nama baru?



Glenn Greenwald dan Murtaza Hussain, dalam The Khorasan Group: Anatomy of a Fake Terror Threat to Justify Bombing Syria , punya penjelasan menarik mengenai hal ini.



Penjelasan diawali dengan cerita situasi ketika Obama bersiap mengebom Suriah. Saat itu, menurut keduanya, AS tidak mendapat restu Kongres dan otorisasi PBB. Di sisi lain, jika serangan tidak dilakukan, dukungan publik terhadap perang penjang melawan ISIS akan anjlok.



Solusi bagi kedua masalah ini adalah menciptakan ancaman teror baru yang bermerk (branded), dan mempromosikannya sebagai ancaman langsung bagi AS dan Barat. Kelompok itu bernama Khorasan.



Kantor berita Associated Press (AP) menjadi media pertama yang mempopulerkan kelompok ini lewat artikel yang dipublikasikan 13 September 2014.



Sejumlah pejabat AS mengutip, dan menggunakannya untuk meneror warga AS bahwa Kelompok Khorasan lebih buruk dibanding ISIS.



Kelompok Khorasan, menurut AP, adalah campuran jihadis radikal Afghanistan, Yaman, Suriah, dan Eropa. Mereka datang ke Suriah tidak untuk memerangi rezim Bashar Assad, tapi merekrut jihadis AS dan Eropa yang bisa digunakan untuk membajak pesawat terbang.



Tidak ada yang tahu mengapa Khorasan yang dipilih AS untuk nama teroris palsu-nya. Yang pasti, Khorasan adalah wilayah historis yang mencakup Iran, Afghanistan, Turkmenistan, dan Pakistan. Sebelum Dinasti Sassanid berkuasa, wilayah ini bernama Parthia.



Lima hari setelah launching Kelompok Khorasan lewat AP, jarinan televisi CBS News melancarkan perang propaganda dengan menyajikan segmen khusus soal kelompok teroris palsu ini. Bob Orr, news anchor acara itu, berbicara dari Washington bahwa dia mendapat informasi intelejen tingkat tinggi soal kelompok ini.



Pada hari yang sama, Direktur Intelejen Nasional James Clapper juga membuat pernyataan sama. Kelompok Khorasan, katanya, berpotensi menimbulkan bahaya jauh lebih besar dibanding ISIS.



Dua hari kemudian giliran New York Times, lewat artikel panjang bertajuk U.S. Suspects More Direct Threats Beyond ISIS, bercerita tentang kelompok ini.



Pejabat AS, lewat pernyataan di berbagai media, menyebut Muhsin al-Fadhli sebagai ketua Khorasan. Fadhli disebut dekat dengan Osama bin Laden.



Kelompok Khorasan tiba-tiba menghuni belakang kepala seluruh rakyat AS. Nama itu tiba-tiba menghiasi seluruh surat kabar AS, ketika AS menjatuhkan bom pertamanya di Suriah.



Terakhir, ketika AS mengklaim membunuh pemimpin Kelompok Khorasan dalam salah satu pengeboman, Front Al Nusra -- pemberontak moderat yang berafiliasi ke Al Qaeda -- mengecam serangan terhadap mereka yang menewaskan 50 orang.



Khorasan sebagai kelompok fiktif semakin nyata ketika mitra koalisi AS dalam perang melawan ISIS bertanya-tanya mengapa mereka tidak pernah dibriefing soal target serangan.



Mungkin tidak berlebihan jika Presiden Iran Hassan Rouhani menyebut perang AS melawan ISIS adalah sandiwara. (fs)











sumber : http://ift.tt/1osTps2

Kasus Busway, Hanya Deputi Gubernur DKI yang Diperiksa Kejagung?





Kejaksaan Agung memeriksa Deputi Gubernur DKI Jakarta Sutanto Soehodo sebagai saksi dugaan korupsi pengadaan Bus Busway Articulated (bus gandeng) Paket I dan II senilai Rp150 miliar oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta Tahun Anggaran 2012, Senin.



Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Tony T Spontana di Jakarta, Senin malam mengatakan Sutanto Soehodo diperiksa bersama 14 saksi lainnya.



"Semua yang dipanggil 18 saksi, namun yang memenuhi panggilan 14 saksi saja," katanya, seperti dilansir Skalanews.



Ia mengatakan saksi-saksi tersebut merupakan anggota dari Tim Pendamping Pengendalian Teknis Pengadaan Bus Busway Paket I dan II di Dinas Perhubungan DKI Jakarta Tahun Anggaran 2012.



Dia menyebutkan saksi yang hadir lainnya yakni Robinhot Sinaga (Irban Bidang Kesmas Inspektorat Propinsi DKI Jakarta), Sulami (Pensiunan PNS pada Inspektorat Propinsi DKI Jakarta) dan Diana Sherly (Pensiunan PNS Propinsi DKI Jakarta).



Eddy Rachmat (Auditor Penyelia Badan Pengawas Daerah Propinsi DKI Jakarta), Meri Erhanani (Sekretaris Inspektorat Propinsi DKI Jakarta) dan Metra Hayati (Inspektorat Pembantu Bidang Keuangan pada Inspektorat Propinsi DKI Jakarta).



Franky M Panjaitan (Inspektorat Propinsi DKI Jakarta), Wiriyatmoko (Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Propinsi DKI Jakarta).



Wiriyatmoko (Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Propinsi DKI Jakarta), Sri Rahayu (Kepala Biro Hukum Propinsi DKI Jakarta), dan Endang Widjajanti (Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah Propinsi DKI Jakarta).



Sarwo Handayani (Deputi Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Propinsi DKI Jakarta), Budi Hastuti (Kepala Badan Diklat Propinsi DKI Jakarta), dan Fadjar Panjaitan (Sekretaris Daerah Propinsi DKI Jakarta Tahun 2010-2013).



Kapuspenkum menyebutkan pemeriksaan pada pokoknya mengenai keberadaan para saksi selaku Tim Pendamping Pengendalian Teknis yang tidak pernah diketahui oleh para saksi tugas pokok dan fungsinya.



"Namun para saksi menerima honor atas tugas tersebut," katanya.



Kasus tersebut, berbeda dengan kasus pengadaan bus Transjakarta karatan pada 2013 yang salah satunya mantan Kadishub DKI Jakarta, Udar Pristono sebagai tersangka dan ditahan. (pm)













sumber : http://ift.tt/1vsrrS4

Kekuatan Penyeimbang KMP Terbuka Lebar





Peluang Koalisi Merah Putih (KMP) sebagai kekuatan penyeimbang bagi pemerintahan Jokowi-JK dinilai menjadi semakin terbuka lebar.



Pasalnya, ditolaknya gugatan uji materi terhadap Undang-undang MPR, DPR, DPRD, DPD (UU MD3) oleh Mahkamah Konstitusi (MK), semakin memuluskan jalan KMP untuk merebut kursi pimpinan DPR.



Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin mengatakan, sebagai kekuatan penyeimbang, KMP dapat memanfaatkan posisinya untuk mengontrol kebijakan dari eksekutif yang sekira tidak pro rakyat.



"Apabila ada kebijakan dari eksekutif yang dianggap tidak berkepentingan dengan rakyat, maka legislatif yang didominasi KMP ini bisa lebih berpeluang tidak memuluskan langkah politik Jokowi," kata Said seperti dilansir Sindonews, Selasa (29/9/2014).



Namun, lanjut Said, hal sebaliknya juga akan berlaku jika KMP justru mengambil langkah-langkah yang mengada-ada dan mengeluarkan kebijakan yang bertentangan dengan kehendak publik. Maka konsekuensinya, kata Said, rakyat juga tidak akan bersimpati kepada mereka.



"Tidak selalu pemosisian pimpinan (parlemen) itu harus disikapi negatif. Jika KMP ternyata ambil langkah yang misalnya mengada-ada, tentu publik tidak akan memberikan simpati kepada mereka," pungkas Said. (pm)













sumber : http://ift.tt/1uY6xJ1

SBY: Mengapa Saya Bertanya ke Mahkamah Konstitusi?





Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) belum lama ini menghubungi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva. Komunikasi itu mengenai Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang belum lama ini disahkan DPR lewat sidang paripurna.



Dalam komunikasi melalui sambungan teleon itu, SBY mengaku mengajukan pertanyaan kepada Ketua MK Hamdan Zoelva. Pertanyaan itu, sebagai bentuk konsultasinya selaku presiden ke pimpinan MK.



"Mengapa saya bertanya ke Mahkamah Konstitusi? Karena saya ingin mendapatkan kejelasan tentang tafsir dari Pasal 20 UUD dalam konteks penyusunan undang-undang, yang intinya bahwa RUU menjadi undang-undang manakala mendapatkan persetujuan bersama antara DPR dan presiden," ujar Presiden SBY saat jumpa pers di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Selasa (30/9/2014) dini hari seperti dilansir RMOL.



Hal itu dilakukannya karena UU Pilkada mendapatkan perhatian yang luas dari masyarakat. Yakni ada sikap penolakan yang cukup signifikan terhadap pelaksanaan pilkada melalui DPRD.



"Misalnya, karena secara eksplisit saya selaku presiden belum melakukan persetujuan atas apa yang dihasilkan pada sidang paripurna di DPR kemarin, apakah masih ada jalan untuk tidak memberikan persetujuan," ungkapnya.



Dalam kesempatan itu, SBY juga mengatakan bahwa semula dirinya berencana melakukan pertemuan dengan Ketua MK Hamdan Zoelva.



"Karena kepulangan saya dipercepat, maka tadi di Jepang saya bicara lagi dengan pimpinan MK dan tidak perlu bertemu besok," tuturnya.



Dijelaskan SBY, dalam praktiknya sudah menunjuk sejumlah menteri untuk ikut membahas RUU Pilkada. "Meskipun tidak secara eksplisit bahwa menteri tidak memberikan ampres (Amanat Presiden) persetujuan. Sehingga kesimpulannya tidak ada jalan bagi presiden untuk tidak bersetuju atas hasil rapat paripurna beberapa hari lalu," ungkapnya.



SBY mengaku selaku presiden taat azas dan taat konstitusi. "Apalagi sudah ada pendapat dari MK. Maka siang tadi kami olah lagi untuk presiden tempuh, untuk menyelamatkan sistem pilkada yang saya nilai tepat dari pilkada yang tidak tepat," pungkasnya.(pm)













sumber : http://ift.tt/1DTygRA

MIUMI Keluarkan Fatwa Tolak Kesetaraan Gender





Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) menggelar Silaturahim Nasional III di Pondok Pesantren Darul Lughoh wa Da'wah, Bangil, Jawa Timur (Senin, 29/9).



Selain Silatnas, juga sekaligus meresmikan pendirian MIUMI cabang kota-kota di Jawa Timur. Seperti Madura yang akan dipimpin KH. Saifurahman Nawawi, Kediri (Nuruddin Umar), Malang (Faris Khoirul Anam), Jombang (KH. Farid Ma'ruf), Jember (Muhammad Barmawi), Pasuruan (Ahmad Qusyairi), Probolinggo (Idrus Ali), Lumajang (Ishomuddin) dan Mojokerto (Fathurrahman).



"Mohon doa dan dukungannya agar visi misi MIUMI mempersatukan dan memberdayakan potensi ulama muda ahlusunnah wal jamaah diberkahi Allah untuk kejayaan Islam dan umatnya," jelas Pengurus MIUMI Pusat, Ustadz Fahmi Salim, seperti dilansir RMOL Senin malam.



Selain itu, dia menambahkan, dalam Silatnas itu juga MIUMI merilis Fatwa 01/Silatnas-3/MIUMI/IX/2014 tentang Paham Kesetaraan Gender sebagai tindak lanjut Fatwa MUI tentang Paham Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme Agama dan Fatwa MUI tentang Kriteria Maslahat tahun 2005.



Dia menjelaskan, ini adalah fatwa kedua di Indonesia yang menyoroti paham-paham liberal yang merusak sendi-sendi syariat Islam.



Dampak paham yang merusak tersebut antara lain menggugat berbagai aturan dalam warisan, talak, iddah, solat/khutbah jumat, shaf solat, ketentuan kambing aqiqah, batasan aurat, lesbianisme, penghalalan kawin beda agama, yang berbasis pembedaan ketentuan hukum syariat bagi laki-laki dan perempuan.



"Semoga Allah meridhoi dan memberkahi sebagai pedoman umat Islam dalam menolak kesetaraan gender," tandasnya. (pm)













sumber : http://ift.tt/1vri99W

Sri Sultan Meminta Masyarakat Menerima dan Menghormati UU Pilkada




Yogyakarta - Gubernur DIY, Sri Sultan HB X meminta agar keputusan soal pilkada oleh DPRD dalam RUU Pilkada yang telah ditetapkan DPR RI dapat dihormati dan diterima. Menurut Sultan, pemilihan lewat DPRD juga demokratis, hanya caranya yang beda.



"Iya, kalau persoalan demokratis itu tetap sama, demokratis," ujar Sultan di Kepatihan, Jumat lalu (26/9). Demikian dilansir media kontan.co.id.



Sultan menegaskan bahwa pemilihan kepala daerah melalui anggota dewan sudah disahkan, maka harus dilaksanakan. Keputusan pemilihan plkada tidak langsung, jangan lalu diartikan dengan kemunduran demokrasi.



"Kan hanya caranya yang beda. Diwakilkan atau tidak, itu aja. Tetap demokratis," tegasnya.

Menurut dia, pilkada dengan cara langsung maupun tak langsung, itu pun masih tetap dalam konteks demokrasi Indonesia. "Demokrasi itu tidak hanya dilihat secara prosesnya saja," ucapnya.



Namun demikian, kata Sultan, dengan pilkada tidak langsung, maka setiap anggota dewan dituntut harus mampu menyerap aspirasi rakyat. Siapa tokoh yang bisa memimpin daerah dan mampu memperhatikan rakyat, dia yang harus dipilih.



"Permasalahannya, anggota dewan berkomunikasi dengan rakyat apa enggak? Jika bisa menyerap aspirasi rakyat dengan dialog, sebenarnya tidak jadi masalah," pungkasnya.



*sumber: kontan.co.id

(foto: JIBI)











sumber : http://ift.tt/1rxwlvA

Gara-Gara UU Pilkada, Lembaga Survei Banyak Kehilangan Proyek












Ilustrasi: Rilis sebuah hasil survei (sumber: TEMPO)



JAKARTA – Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada menjadi UU Pilkada memiliki dampak bagi lembaga survei. Salah satu poin dalam UU Pilkada yakni pemilihan kepala daerah oleh DPRD.



Padahal selama ini lembaga survei banyak yang mengandalkan survei politik pemilihan kepala daerah.



"Dampaknya pasti terasa bagi lembaga survei politik, kalau hanya sekadar memenuhi pesanan untuk mensurvei elektabilitas kandidat sebagai kerjaan utama dia akan punah sendirinya,” kata Firman Noor pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), seperti dilansir ROL, Senin (29/9).



Namun, Firman menegaskan pekerjaan lembaga survei lebih luas dari sekadar survei politik. Di negara maju, lanjutnya, lembaga survei juga mensurve RUU apakah bisa diterima masyarakat atau tidak. Selain itu juga mensurvei kebijakan pemerintah apakah bisa diterima masyarakat.



“Levelnya bukan pemenangan kandidat tapi program kebijakan pemerintah atau oposisi,” imbuhnya.



Jika lembaga survei hanya sekadar pemenangan kandidat, dipastikan akan berakhir. Namun, jika memaknai survei dalam arti luas akan relevan dengan perkembangan saat ini. Tapi juga perlu dikaji apakah ada politisi partai atau anggota dewan butuh lembaga survei dalam mengkritisi kebijakan pemerintah.



Menurut Firman, sejauh ini pemasukan terbesar mayoritas lembaga survei di bidang politik untuk mengukur elektabilitas kandidat.



Oleh sebab itu, lembaga survei harus merespon sebaik mungkin UU Pilkada dan menjadi lembaga survei yang sesungguhnya. Lembaga survei harus menyusun strategi untuk bertahan. Mereka diharapkan tidak sekadar menjadi tim sukses atau instrument pemenangan kandidat.



“Untuk saat ini belum mengarah ke sana. Ke depan lembaga survei harus menjadi instrument akademis untuk mengukur kepuasan public,” imbuhnya.











sumber : http://ift.tt/YIQGUd