Masa jabatan Basrief Arief sebagai Jaksa Agung Republik Indonesia akan berakhir pada pertengahan Oktober 2014. Beredar kabar bahwa kandidat terkuat yang akan menggantikan Basrief adalah Jaksa Agung Muda Pidana Khusus RI yang saat ini dijabat Widyo Pramono.
Hal itu diungkapkan oleh Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman kepada wartawan di Jakarta, Minggu 28 September 2014. Boyamin mengaku telah menelusuri kebenaran informasi tersebut.
"Saya sudah konfirmasi pada kedua kubu, yaitu ring Jokowi dan ring Kejaksaan. Dua kubu menyatakan bahwa nama Jampidsus menguat sebagai Jaksa Agung RI," ujar Boyamin.
Dalam perkara korupsi itu, kata Boyamin, sebagai Gubernur DKI Jakarta, Jokowi harus dimintai pertanggungjawaban. Sebab, pengadaan itu masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang disusun langsung oleh Gubernur DKI Jakarta itu.
"Nah, kami bisa menebak niatan Jokowi itu untuk mengamankan dirinya, dan saya mengecam itu. Artinya, ini transaksional," kata Boyamin.
Dikonfirmasi VIVAnews, Deputi Tim Transisi Jokowi, Akbar Faisal menegaskan, saat ini belum ada nama siapa yang akan menempati posisi sebagai Jaksa Agung RI.
"Pemilihan itu (Jaksa Agung) dari Kejaksaan Agung, bukan dari Jokowi. Saya tahu itu ulah siapa. Jangan pakai cara-cara kampungan gitu dong," kata Akbar.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Tony Tribagus Spontana mengaku belum mendengar wacana Jampidsus Widyo Pramono bakal diangkat jadi Jaksa Agung RI.
"Yang jelas Kejagung tidak pernah merekomendasikan nama tertentu. Jaksa Agung Basrief Arief secara terbuka telah menyampaikan harapan agar Jaksa Agung RI mendatang adalah jaksa karier. Namun dia tidak pernah menyebut figur atau nama tertentu," kata Tony.
Kasus penggelembungan dana pengadaan bus TransJakarta ini membelit mantan Kepala Dinas Perhubungan Pemprov DKI Jakarta, Udar Pristono yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Bukan hanya Udar, ada tiga orang lain yang juga menjadi tersangka.
Udar mengaku, semua pekerjaan yang dilakukannya terkait pengadaan TransJakarta diketahui oleh Jokowi.
Sementara itu, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Widyo Pramono, mengatakan, hingga saat ini belum ada keterkaitan Jokowi dalam kasus Udar.
Penjelasan Jokowi
Gubernur Joko Widodo menjelaskan perihal kasus yang menjerat anak buahnya itu. Kata Jokowi, masa-masa awal menjabat Gubernur, Jakarta sangat kekurangan banyak bus TransJakarta.
Kemudian pada tahun 2013, kata Jokowi, Pemprov memutuskan pengadaan bus armada TransJakarta secara besar-besaran guna memenuhi kebutuhan seluruh koridor.
Namun, karena di lingkungan Pemprov DKI sudah ada mekanisme pengadaan barang dan jasa, maka Jokowi mempercayakan kepada Dinas Perhubungan DKI Jakarta untuk membeli bus-bus itu.
"Karena saya nggak bisa menunjuk, saya suruh ke dinas. Kalau bisa menunjuk, tentu saya beli yang bagus, Volvo, Mercedes. Tapi kebijakannya kan harus ada pengguna anggaran. Ini umpamanya, saya perintahkan kamu beli sabun wangi, terus kamu malah beli sabun colek," Jokowi menjelaskan.
Menurut Jokowi, semua proses dan prosedur untuk pengadaan bus itu sebenarnya sudah dilalui dengan baik. Bahkan, Pemprov DKI sudah menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengawasi seluruh proses pengadaan.
"Tapi kembali lagi, ini memang tergantung orang-orang yang memegang saat itu," ujar Presiden terpilih.
Dari seluruh bus yang pengadaannya bermasalah itu, kata Jokowi, akhirnya tidak ada satupun yang dioperasikan oleh Pemprov DKI Jakarta.
"Jangan ada yang ngomong sekian triliun. Itu yang dibayarkan akhirnya hanya kira-kira mungkin Rp500-600 miliar dari total Rp3 triliun," ucap Jokowi. (viv/fs)
Baca juga:
[Melawan Lupa] Jokowi Jebak Udar
[Melawan Lupa] Kasus Transjakarta, Udar Tuding Jokowi Bohong
Membandingkan Kasus Korupsi Simulator SIM dan Kasus Korupsi Transjakarta
[Korupsi Transjakarta] Periksa Rekening Jokowi!
sumber : http://ift.tt/1rtaPrH
No comments:
Post a Comment