Tuesday, September 30, 2014

Prabowo Legowo, Jokowi?




Iklim politik yang memanas pada saat kampanye pilpres ternyata justru semakin memanas pasca keputusan MK yang menetapkan Jokowi sebagai Presiden.



Prabowo, yang menurut KPU kalah pada proses pemilu, menggugat ke MK. Gugatan ini disambut hujan cacimaki oleh pendukung Jokowi. Mereka menyebut Prabowo tak legowo.



Sebagian kalangan kemudian membandingkan gugatan Prabowo dengan gugatan Megawati saat kalah dari SBY. Gugatan itu tak menyalahi aturan dan sah secara konstitusional.



Jika Megawati pernah melakukannya dan gugatan itu sah secara konstitusional, mengapa Prabowo saat itu dihujat ketika menggugat ke MK? Mengapa Prabowo disoraki untuk harus legowo?



Keputusan MK pun turun. Prabowo kalah oleh Jokowi. Meski ada banyak kejanggalan dalam keputusannya, Prabowo dan seluruh Koalisi Merah Putih (KMP) yang berdiri mendukung Prabowo, menyatakan legowo.



Pasca putusan MK, Koalisi Merah Putih berbaris solid dan rapat untuk menjadi oposisi dalam pemerintahan baru nanti. Tak tergiur pada bujuk rayu beriming-iming kursi kabinet, KMP pun membangun benteng kokoh di parlemen.



Soliditas KMP di parlemen rupanya berbuah pahit untuk Koalisi PDI P. Setidaknya begitulah yang mereka rasakan.



Kekalahan tiga kali berturut-turut dalam tiga momentum di sidang paripurna menyebabkan Koalisi Indonesia Hebat harus pergi ke sudut dan gigit jari.



Tiga momentum itu adalah :

1. Pengesahan UU MD3

2.Pemilihan komisioner BPK

3.Pengesahan UU Pilkada



Tak legowo, PDI P menggugat ke MK. Mereka memohon judicil review atas UU MD3. Hasilnya? Tanggal 29 September 2014, judicial review ditolak MK.



Tak legowo pada keputusan hakim-hakim konstitusi yang pernah memenangkan dan mengesahkan Jokowi menjadi Presiden, PDI P menggugat 7 hakim MK.



Tak legowo, PDI P menggugat pengesahan UU Pilkada dan menuding SBY bermain drama politik. Presiden SBY pun banjir hujatan di media sosial.



Jokowi bahkan menghasut dan memprovokasi rakyat untuk menggugat UU Pilkada itu.



Padahal jika PDI P mau jujur, kegagalan demi kegagalan PDI P sumbernya adalah pada arogansi PDI P.



Pokoknya PDI P harus menang, ini adalah pengertian demokrasi sempit yang diusung partai yang selalu mengatasnamakan rakyat dan nasionalisme.



Provokasi para elite PDI P, tak ayal mencipta kerusuhan di tengah masyarakat. Untuk mengatasinya, Presiden SBY, yang selama 5 hari ini dihadiahi bully oleh pendukung PDI P dan Jokowi, berencana menerbitkan Perppu untuk meredam kegaduhan.



Perppu yang semestinya dikeluarkan dalam kondisi kegentingan negara, dijadikan kartu tawar Demokrat kepada PDI P. Semestinya, PDI berhati-hati pada jebakan ini.



Andai PDI P dan koalisinya legowo, tentu masalah ini tak perlu berlarut-larut. Sayangnya, legowo itu hanya milik KMP dan Prabowo. (fs)











sumber : http://ift.tt/1vvZJF2

No comments:

Post a Comment