Monday, September 29, 2014

[CatatanSejarah] NU dan PKI Ternyata Miliki Kedekatan Spiritual



Putmainah, 86 tahun, mantan anggota Fraksi Partai Komunis Indonesia (PKI) di DPR Gotong Royong Kabupaten Blitar, mengungkap sebuah kisah sejarah yang unik mengenai hubungan PKI dan NU.



Meski separuh tubuhnya lumpuh akibat stroke, ingatan Putmainah masih cukup tajam dalam mengurai kisah-kisah sejarah bangsa, yang mungkin, tak kan ditemukan di kitab ajar siswa.



Putmainah mengenang, jauh sebelum peristiwa Gerakan 30 September 1965, secara politik, Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Partai Nahdlatul Ulama (NU) tidak pernah menjadi lawan, bahkan cenderung mesra.



Setidaknya hal itu terjadi di Gedung DPRGR Kabupaten Blitar. Putmainah jarang berbeda pendapat dengan Almarhum Kayubi, anggota DPRGR dari Fraksi Nahdlatul Ulama dan anggota lainnya.



“Kami kerap boncengan bersama kalau mengantor. Setiap memanggil saya, Pak Kayubi selalu menyebut Mbak Yu,” tuturnya saat ditemui di rumahnya di Desa Pakisrejo, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar.



Kayubi merupakan pendiri Barisan Ansor Serba Guna (Banser), organisasi sayap (badan otonom) NU. Tidak banyak yang tahu, Banser pertama kali didirikan di kota kelahiran Soekarno. Sedikit pula yang tahu, bahwa jasad Kayubi, sang pendiri Banser dimakamkan di Ponorogo.



Sementara Putmainah, selain anggota Fraksi PKI juga merupakan Ketua Gerwani, under bow PKI Kabupaten Blitar.



Putmainah berkisah, setiap musyawarah membahas program kerja di gedung bekas markas Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo), PKI dan NU hampir selalu menemukan suara bulat.



Duduk di kursi tua sambil menahan sebelah lengan yang sudah dua tahun mati rasa, Putmainah mengurai cerita. Lawan utama PKI, adalah Partai Masyumi.



Partainya dan Masyumi selalu berdebat sengit saat membahas berbagai isu di dewan.



Sekadar membuka kisah masa lalu, PKI di DPRGR Kabupaten Blitar memiliki dukungan suara rakyat terbesar setelah PNI. Organisasi sayapnya, seperti Gerwani, Pemuda Rakyat, SOBSI, BTI, Lekra, dan Pemuda Rakyat, maju pesat. Sementara perolehan Masyumi dan NU masih jauh di bawahnya.



Tidak heran, sebelum peristiwa 30 September 1965 meletus, Ketua Umum PKI Dipa Nusantara Aidit pernah turun ke Blitar untuk memantapkan kader-kader pelopor partai.



Putmainah adalah putri tokoh Serikat Islam Merah (SI Merah) Almarhum Mansyur, juga cucu KH Abdurrahman, sisa Laskar Diponegoro yang bergaris keturunan langsung dengan Sunan Tembayat Jawa Tengah.



Putmainah menganggap komunikasi dengan orang orang NU bisa berjalan mudah. Tidak hanya di gedung parlemen, setiap agenda kerja turun ke bawah (turba), sejumlah anggota PKI dan NU selalu berjalan bersama.



Selain dengan Kayubi, Putmainah yang pernah dibui 10 tahun di penjara Plantungan Semarang itu mengaku juga menjalin komunikasi dengan anggota Fraksi NU yang lain.



“Meski PKI, saya berasal dari keluarga yang Islami. Selain dengan Kayubi, saya juga ingat orang fraksi NU lain namanya Siti Fatimah. Orangnya juga baik,” paparnya.



Di luar ideologi materialisme historis dialektis, PKI-NU memang memiliki spirit yang kurang lebih sama dalam menolak segala bentuk penjajahan dan penindasan manusia.



"Mengacu pada sejarah itu, seharusnya konsep rekonsiliasi terkait peristiwa 65 antara-warga NU dan eks-komunis seharusnya bisa berjalan dengan baik,” terang Putmainah. (fs)





Sumber : Solichan Arif (Koran SI)











sumber : http://ift.tt/1xvZigi

No comments:

Post a Comment