Friday, September 26, 2014

"KPK dan RUU Pilkada"




Kenapa KPK ikut melibatkan diri dalam RUU Pilkada yang bukan wewenang KPK? Apa urusan korupsi sudah selesai sehingga KPK punya banyak waktu untuk jadi politisi?



Justru pihak yang dukung Pilkada Langsung bisa jadi bermakna tidak percaya KPK dan tidak mendukung pemberantasan Korupsi. Kenapa? Berikut penjelasannya:



1. Sesuai undang undang KPK, batas nilai korupsi yg akan dikasuskan KPK adalah senilai 1 miyar lebih.. Saya yakin, bila terjadi politik transaksional pada pemilihan kep. Daerah oleh dprd, nilai nya perpenerima yg melibatkan pemberi, lebih besar dari 1M. Jadi kasus ini sudah jelas sebagai korupsi, dalam wewenang KPK, dan KPK memeiliki wewenang utk penyelidikan sampai menyadap sebebas bebasnya. Jumlah pelaku korupsinya pun jauh sangat super sedikit dibanding pelaku pilkada langsung (saya jelaskan di point lain).



2. Adapun politik transaksional bila pilkada langsung sdh pasti dilakukan dengan keadaan jumlah penerima yg bisa sampai juta orang, (mungkin puluhan juta), plus nilai penerima yg hanya 100 ribu rupiah per penerima.. Jutaan orang itu mau di taro dimana kalau akan ditahan?. Dan mau dituntut berapa org fakir miskin yg menerima 100 rb tersebut? Dan 100 rb itu jauh dari 1 milyar.



3. Bentuk politik transaksional pilkada langsung, sangat sulit dilacak. Bisa jadi bentuk pembagian sembako, bangun jalan. Maka kita bisa search, di beberapa kampung, warga setempat sampai membuat spanduk sebelum pemilihan ; "TERIMA SERANGAN FAJAR". Coba?,. Ini adapah promosi korupsi, tapi sulit sekali dikenai pasal hukum.



4. Politik transaksional pilkada langsung bukan jadi ranah KPK utk mengungkap kasus ini,. Tapi di ring pertama kasus ini, menjadi urusan panwas, bawaslu, dan KPK. Hukumanya?.. Hampir tidak kita dengar..



5. Substansi korupsi yg sangat bahaya dalam perbaikan kualitas bangsa, adalah media/pers sebagai promotor pencitraan. Ini adalah transakssional. Sang politisi berani bayar mahal, maka di beritakan jadi superhero yg super baik.. Ini substansinya menurut saya adalah korupsi, tapi tidak kungkin dikenai pasal korupsi. Hali in juga berlaku bagi konsultan politik, atau lembaga survey.



Ada pula alasan yg mungkin akan dipandang subyektif oleh kawan kawan, tapi menurut saya ini berangkat dari realitas yg ada.



Yaitu:



Petinggi KPK adalah orang yang sangat-sangat tabu bertemu dgn orang partai.. Kecuali hanya satu saja, yaitu partai pemenang PEMILU 2014, PDIP. Masa iya kalau lawan lawan politik PDIP, KPK tdk beringas utk mengungkap korupsi? Kita tau pendukung pilkada lewat dprd adalah lawan politik PDIP.



Saya ambil satu saja contoh kasus yaitu LHI, sangat dahsyat hukuman yg beliau terima, 18 tahun, plus hukuman yg tdk ada satupun landasan undang undangnya yaitu me cabut hak politik. Padahal saya, dan kawan kawan, bahkan petinggi KPK pun kalau ditanya,: "berapa uang negara yg diterima oleh LHI kerna korupsi?." saya yakin jawabnya: " tidak ada". Dan bila ditanya, anggaran negara tahun berapa yg di korup LHI, saya yakin jawabannya: "tidak ada.".



Mungkin sebagian menganggap saya mengada ada.. Tapi boleh bantu saya, bila jawabannya memang ada..



Nah saya yakin, kondisi objektif kita dlm memandang KPK sebagai lembaga kuat utk melawan korupsi terkait pilkada. Maka pilihan nya adalah kita percaya kepada KPK, maka kita tidak mendukung pilkada langsung.



Wallahu a'lam.



(Deddy Armyadi)











sumber : http://ift.tt/1v89PMf

No comments:

Post a Comment