Menjadi pengusaha dan menjadi birokrat adalah dua hal yang berbeda. Jago bisnis itu tidak identik punya keahlian yang spesifik dalam hal itu, bisnis hanya proses, seni untuk mendapatkan nilai lebih dari yang dia jual, tentu setidaknya tau tentang yang dia jual.
Untuk kapasitas menteri yang dimiliki tidak hanya bisa jual aja, tapi lebih ke knowledge, kebijakan, aspek keseluruhan dari bidang tersebut, tentunya untuk bisa mencapai level itu perlu orang-orang yang memiliki spesialisasi, belajar lebih dalam tentang itu, juga punya jam terbang atau dedikasi yang cukup lama di bidangnya itu, bukan sekedar jualan.
Begitulah mengibaratkan Susi Pudjiastuti, pengusaha sukses tamatan SMP yang diangkat Jokowi jadi menteri Kelautan dan Perikanan. Maka tak heran seorang pakar kelautan sangat heran dan menganggap Jokowi ngaco.
Seperti dilansir Kompas , pakar ilmu kelautan dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Muslim Muin, mengatakan, posisi-posisi menteri strategis yang terkait pengembangan kemaritiman dalam Kabinet Kerja Jokowi diisi oleh orang yang tidak tepat.
Pengangkatan Susi Pudjiastuti sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, misalnya, dinilai Muslim tidak tepat. Susi memang sukses dalam mengembangkan industri pengolahan hasil laut serta transportasi antar-pulau. Namun, menurut Muslim, itu tak cukup.
"Ngaco mengangkat Susi sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Sukses menjadi pengusaha ikan bukan berarti bisa memimpin KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan)," ungkap Muslim kepada Kompas.com, Senin (27/10/2014).
Muslim mempertanyakan apakah Susi paham mengenai teknologi kelautan, marine products economics, coastal processes, dan underwater technology. Menurut Muslim, kepakaran Susi hanyalah tentang penangkapan dan penjualan ikan.
"Kelautan bukan hanya urusan ikan," katanya. "Pengangkatan Susi sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan menandakan Jokowi tidak paham laut. Cita-cita dia, Indonesia jadi poros maritim dunia, tidak akan tercapai," imbuh Muslim.
Muslim mengatakan, tugas Menteri Kelautan adalah meregulasi laut. Contoh nyata terkait dengan proyek Tanggul Raksasa. Seorang menteri kelautan harus bisa mengkaji dampak yang mungkin ditimbulkan.
Contoh lain adalah masalah eksploitasi ikan. Beberapa wilayah di Indonesia mengalami overfishing karena eksploitasi berlebihan. Seorang menteri kelautan juga harus mampu memahami masalah tersebut.
"Kalau tidak, ikan akan terus dieksploitasi. Kita kelihatan hebat karena produksi ikan kita tinggi, tetapi ikan kita habis. Apakah Susi paham itu?" ujar Muslim. Menurut Muslim, menyerahkan kursi menteri kepada seorang pengusaha ikan adalah keputusan yang salah.
sumber : http://ift.tt/1oS6MYA
No comments:
Post a Comment