Jakarta - Prabowo Subianto-Hatta Rajasa lebih siap menghadapi pilpres 9 Juli mendatang. Sebaliknya, Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) tampak tertekan, tidak siap kalah.
Psikolog politik dari Universitas Indonesia Dewi Haroen menjelaskan salah satu contohnya adalah ketika Joko Widodo justru membuat suasana politik memanas.
Pernyataan Jokowi yang menganggap kemarahan massa PDIP terhadap TV One sebagai sesuatu yang wajar. Atau, JK yang mengatakan kekalahannya dan Jokowi hanya akan terjadi kalau ada kecurangan saat pilpres.
"JK bilang, kalau Jokowi kalah, berarti ada kecurangan. Itu berarti JK tidak menganggap KPU, Bawaslu, dan pihak-pihak terkait. Seharusnya lebih legowo," katanya, Sabtu (6/7).
Dewi mengatakan, dalam berbagai kesempatan dimana Prabowo berulang kali menyatakan siap menang dan siap kalah. Sikap yang ditunjukan kedua pasangan capres-cawapres itu akan mempengaruhi pemilih terutama swing voters (pemilih mengambang) dan undecided voters (pemilih yang belum menentukan pilihan).
Di luar hal tersebut, Dewi menambahkan, elektabilitas Prabowo-Hatta juga akan menguat seiring dukungan Partai Demokrat dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Menurutnya, masih banyak orang yang mencintai SBY dan akan memberikan dukungannya kepada Prabowo-Hatta. "Bagaimana pun, SBY adalah king maker," terangnya. [rok/inilah]
sumber : http://ift.tt/1zgxOuc
No comments:
Post a Comment