JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, berpendapat bahwa Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) bisa membatalkan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) bila dianggap melanggar etika dan moral.
"Itu sudah pernah dilakukan DKPP, sekurang-kurangnya dalam kasus Buton Utara dan berlaku efektif. DKPP harus berani melakukan hal itu secara lebih tegas," kata Mahfud di Jakarta, Selasa (30/2013), seperti yang diberitakan situs okezone.
Dalam kasus ini, DKPP membatalkan keputusan KPU Kabupaten Buton Utara yang menganulir penetapan pasangan Ridwan Zakaria-Harmin Hari sebagai calon Bupati-Wakil Bupati terpilih dalam pilkada di kabupaten itu. DKPP juga menjatuhkan sanksi teguran tertulis berupa peringatan keras kepada ketua dan anggota KPU Buton Utara karena melakukan pelanggaran kode etik yang sangat berat.
Menurut Mahfud, keputusan serupa bisa saja dijatuhkan pada kasus Pilkada Jawa Timur terkait keputusan KPU Jatim yang tidak meloloskan pasangan Calon Gubernur-Wakil Gubernur Khofifah Indar Parawansa-Herman Suryadi Sumawiredja yang kini disidangkan di DKPP. Hal ini karena diduga telah terjadi pelanggaran kode etik oleh Ketua dan Anggota KPU Jatim.
"Itu (pembatalan keputusan KPU oleh DKPP) sudah berjalan sehingga tidak haram dilakukan lagi kalau memang ada bukti pelanggaran etika dan moral yang menggunakan formalitas akal-akalan yang membunuh demokrasi dari hulu," sambung Mahfud.
Dia menegaskan, demokrasi yang harus dibangun di negara ini adalah demokrasi terhormat yang melindungi hak konstitusional warga negara, demokrasi yang memungkinkan terjadinya persaingan secara sehat, adil, jujur, dan bermartabat.
"Demokrasi harus bersih, jangan dibunuh dari hulunya, ibarat membunuh bayi yang belum lahir. Kalau pembunuhan demokrasi dari hulu dengan permainan formalitas, semua harus melawan hal seperti itu, karena demokrasi yang kita bangun adalah demokrasi yang terhormat," ujar Guru Besar Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini.
Mahfud berharap, DKPP harus tegas terhadap praktik pembunuhan demokrasi. Dia mengatakan DKPP mengadili persoalan etika, sedangkan hukum merupakan kristalisasi etika.
"Jika etika dilanggar sedemikian rupa sehingga substansinya hilang, yakni melindungi hak konstitusional, maka etika harus diutamakan, karena aturan merupakan produk etika. Yang diutamakan bukan aturannya, tapi etikanya," sambungnya.
Menurut Mahfud, prinsip itulah yang dia terapkan dalam membuat putusan di Mahkamah Konstitusi (MK). Dia melihat prinsip yang sama juga diterapkan Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie dalam membuat putusan.
sumber : http://ift.tt/1nPCJOn
No comments:
Post a Comment