Pada peringatan Satu Abad Muhammdiyah, 2012 silam, ada satu kosa kata baru menarik yang dimunculkan oleh organisasi besar ini, yaitu "jihad konstitusional" . Kosa kata itu muncul dalam konteks bahwa Muhammadiyah menggelisahkan banyaknya undang-undang yang terbit pasca-Reformasi yang merugikan kepentingan negara, khususnya di bidang ekonomi dan energi. Dalam muktamarnya, organisasi ini lalu memutuskan untuk mengajukan uji materi (judicial review) atas sejumlah UU, seperti UU Migas, UU Air, UU Minerba, UU Investasi, dan sejumlah UU lainnya.
Anda masih ingat pembubaran BP Migas oleh MK pada November 2012 silam?! Pembubaran lembaga pengatur hulu migas itu adalah produk dari judicial review yang diajukan oleh Muhammadiyah secara institusional bersama sejumlah ormas lainnya, seperti Hizbut Tahrir Indonesia, dan Persatuan Ummat Islam, selain sejumlah nama perorangan lainnya.
Jika kita cermati, isu-isu vital ekonomi-politik di tanah air memang hanya menjadi concern sebagian kecil saja ormas dan kaum terpelajar kita. Dan itu berbeda dengan isu-isu lainnya, yang gampang memobilisir dukungan.
Mencermati situasi politik dan ekonomi yang kini berkembang, terutama jika dikaitkan dengan isu liberalisasi sektor energi (migas dan listrik), saya kadang punya pertanyaan spekulatif begini: adakah kaitannya antara "jihad konstitusional" yang telah (dan akan terus?) dilakukan oleh Muhammadiyah itu dengan tidak ada satupun wakil dari organisasi besar ini di dalam kabinet yang sekarang?!
Jadi, siapa gerah pada Muhammadiyah?! *disclaimer: saya bukan orang muhammadiyah*
*dari wall fb Tarli Nugroho
sumber : http://ift.tt/1Ect4e6
No comments:
Post a Comment