Selasa 30 Desember 2014 waktu setempat atau Rabu, 31 Desember 2014 WIB, Dewan Keamanan PBB menolak rancangan resolusi yang menyerukan pengakhiran pendudukan Israel di wilayah Palestina dalam waktu tiga tahun.
Resolusi yang diajukan Yordania, setelah mendapat persetujuan dari negara-negara Arab, gagal mendapatkan minimal sembilan dari 15 anggota dewan keamanan. AS dan Australia menentang usulan voting untuk menyetujui rancangan resolusi itu.
"Kami berharap DK PBB akan mengadopsi rancangan resolusi ini, karena mereka menanggung tanggung jawab hukum dan moral atas penyelesaian konflik Pelestina-Israel yang merupakan inti konflik Timur Tengah," ujar Dina Kawar, utusan Yordania di PBB.
Inggris, Nigeria, Rwanda, Korea Selatan, dan Lithuania, abstain dari voting. Yordania, Prancis, Rusia, Tiongkok, Cina, Argentina, Chad, Cile, dan Luksemburg, mendukung rancangan resolusi.
Resolusi menetapkan akhir pendudukan Israel tahun 2017. Tel Aviv harus menarik semua pasukan dan penduduknya dari wilayah-wilayah yang dikuasai, dan Palestina akan menjadikan Yerusalem Timur sebagai ibu kota masa depan berdasarkan perjanjian batas wilayah 1967.
Resolusi juga mendesak kedua pihak menjauhkan diri dari tindakan sepihak dan ilegal, termasuk pembangunan permukiman, karena dapat merusak kelangsungan solusi dua negara. Sebuah negara Palestina di samping Israel adalah solusi yang diusulkan PBB.
Riyad Mansour, utusan Palestina di PBB, mengatakan kekalahan resolusi ini memperlihatkan Dewan Keamanan tidak siap memikul tanggung jawab dengan membuka pintu perdamaian yang adil, dan menerapkan solusi berdasarkan hukum internasional.
"Ini juga memperlihatkan Dewan Keamanan telah keluar dari konsensus global yang menyerukan pengakhirian pendudukan Israel, konflik berkepanjangan, dan pencapaian kemerdekaan Palestina," lanjut Mansour.
AS, raksasa dunia yang dikendalikan Yahudi, adalah penentang utama resolusi. Sebagai satu dari lima anggota tetap Dewan Kemanana yang memiliki hak veto, Amerika Serikat menggunakan kewenangannya untuk mengubur mimpi rakyat Palestina memiliki negara.
Samantha Power, Dubes AS di PBB, mengatakan menerima resolusi itu hanya akan membawa pihak-pihak bertikai lebih dekat kepada kegagalan mencapai solusi dua negara.
"Kami menentang resolusi bukan karena kami nyaman dengan status quo, tapi perdamaian hanya akan datang dari pilihan sulit dan kompromi di meja perundingan," Samantha Power berdiplomasi.
Sebelumnya, presiden Otoritas Pelestina Mahmoud Abbas mengancam akan memutuskan semua bentuk kerjasama dengan Israel jika DK PBB gagal mengadopsi resolusi. Kini, semua orang menunggu Mahmoud Abbas memenuhi janjinya, dan Pelestina memanas lagi.
sumber : http://www.pkspiyungan.org/2014/12/as-gunakan-hak-veto-pbb-tolak-resolusi.html
No comments:
Post a Comment