Setelah Arab Saudi sukses menjadi mediator perdamaian antara Qatar dan Mesir, ditandai dengan penutupan stasiun berita Aljazeera di Mesir, sekarang negara teluk menjajaki rencana perdamaian antara Turki dan Mesir.
Baru-baru ini menteri luar negeri Turki, Mouloud Jawish Ihsanoglu sempat mengeluarkan pernyataan terkait kemungkinan perdamaian antara Turki dan Mesir. Menurut Ihsanoglu Perdamaian dengan Mesir bisa saja terjadi, dengan syarat Mesir bersedia memenuhi permintaan Turki yaitu mengembalikan demokrasi ke tangan rakyat Mesir.
Dalam wawancara yang dilakukan stasiun televisi setempat Ihsanoglu mengatakan, Turki sama sekali tidak memiliki masalah dengan rakyat Mesir, Turki hanya tidak bisa menerima pemerintahan yang didapat dengan cara kudeta, dan itu yang sedang terjadi di Mesir. Ihsanoglu menambahkan, justru dalam hal ini posisi Turki ingin membantu rakyat Mesir, mengembalikan hak-hak yang dirampas dari mereka.
Masih menurut Ihsanoglu, aksi biadab yang dilakukan aparat keamanan Mesir dengan membunuh ribuan rakyat sipil sangat bertentangan dengan nilai-nilai kemanusian, menurut Turki hak kehidupan dan kebebasan adalah hak tertinggi yang dimikiki manusia. Kami tidak tahu jumlah pastinya berapa tahanan politik di Mesir, tetapi tidak kurang dari 19 ribu tahanan politik berada di penjara Mesir tanpa status yang jelas. Ihsanoglu memastikan Turki akan selalu berdiri membantu rakyat Mesir sampai hak-hak mereka kembali.
Apa yang disampaikan Jawish Ihsanoglu seakan mempertegas pernyataan PM Turki Ahmet Davutoglu ketika mengunjungi Kuwait beberapa waktu lalu. Dalam pernyataannya Ahmet mengakui kemungkinan Turki membuka perundingan damai dengan Mesir, dengan syarat Mesir merubah cara berpolitik rezim kudeta yang sekarang berkuasa, terutama tentang kudeta militer yang terjadi disana.
Kantor berita Jihan, Turki melaporkan, Qatar telah mencoba untuk meyakinkan Turki agar kembali membuka pembicaraan damai dengan pemerintah Mesir. Amir Qatar syaikh Tamim bin Hamdi bin Khalifah Ali Tsani membahas ini secara khusus dalam pertemuannya dengan Erdogan beberapa waktu lalu.
Dalam pertemuannya dengan Erdogan, syaikh Tamim menjelaskan pentingnya posisi Mesir di timur tengah, walaupun disaat yang sama aksi kudeta yang dilakukan As-Sisi tidak bisa diterima, tetapi membicarakan perdamaian dengan Mesir akan membawa dampak yang lebih baik bagi kawasan.
Di lain pihak, Mesir belum memberikan penjelsan resmi terkait rencana perdamaian tersebut, ini dinilai karena syarat perdamaian yang diinginkan Turki sangat berat dipenuhi Mesir.
Mantan menteri luar negeri Mesir, Muhammad Yusuf, menanggapi wacana perdamaian tersebut dengan sinis, menurutnya syarat yang diajukian Turki tidak bisa diterima. Menurut Muhammad Yusuf, Turki tidak berhak mencampuri urusan dalam negeri Mesir, apalagi berbicara tentang pembebasan tahanan politik, ini tidak mungkin diterima Mesir. Turki tidak memiliki hak untuk mencampuri urusan dalam negeri Mesir dan permasalah takyat Mesir
Prof. DR. Samih Abbas dari universitas Canal Suez mengatakan, perdamian Mesir dan Turki membutuhkan kesungguhan dari kedua belah pihak, terutama Mesir. Permasalahan Turki dengan Mesir menyangkut ideologi, semua orang paham demokrasi Mesir sedang sakit, dan Erdogan ingin itu segera disembuhkan, syarat yang berat. Berbeda dengan perdamaian dengan Qatar, permasalahannya pada uang, cukup dengan menutup Aljazeera perdamaian tercapai, namun permintaan Turki untuk mengembalikan kepemimpinan kepada pilihan rakyat yaitu Muhammad Mursi akan sangat berat, itu sama saja mengubah peta politik satu negara.
Ahmad Quwaisany, staff ahli mantan menteri luar negeri Mesir mengatakan, jika Turki sungguh-sungguh dengan rencana damai tersebut, seharusnya Turki dari sekarang menghentikan semua bantuan terhadapa organisasi Ikhwanulmuslimin, yang merupakan organisasi terlarang di Mesir.
Jika Erdogan masih terus membantu organisasi teroris tersebut maka tidak ada jalan untuk perdamaian, ditambah lagi Erdogan telah mempermalukan pemerintahan Mesir dimata internasional, dengan mengatakan As-sisi sebagai tukang jagal dan Erdogan dengan bangga mengangkat empat jari yaitu lambang perlawanan demonstran Rab'ah pada sidang-sidang resmi internasional yang diikutinya.
Sejak revolusi 25 januari meletus, Turki merupakan negara pertama yang menyokong kembalinya demokrasi dinegeri pyramida tersebut. Hubungan Mesir - Turki semakin mesra setalah Mursi yang diusung oleh Ikhwanulmuslimin menang pada pilpres. Bahkan keseriusan Turki membantu Mesir terlihat dengan bantuan dan kesepakatan kerja sama yang ditandatangani Erdogan dengan Mursi mencapai dua milyar USD.
Namun setelah kudeta militer di Mesir, Turki juga merupakan negara pertama yang mengecam, bahkan Erdogan mengatakan Turki tidak mengakui pemerintahan kudeta di Mesir, dan selalu mengacungkan empat jari lambang perlawanan rakyat Mesir di Rab'ah Adawiyah.
Turki sampai hari ini masih terus memberikan bantuan kepada organisasi Ikhwanulmuslimin secara politik, keuangan dan hukum. Erdogan juga mengecam Amerika menjadi pelindung As-sisi untuk melancarkan kudeta di Mesir, terbukti dengan diundangnya As-sisi untuk menghadiri sidang umum PBB di New-York, Amerika Serikat. (Hasmi/rassd)
sumber : http://www.pkspiyungan.org/2014/12/negara-teluk-ingin-turki-mesir-damai.html
No comments:
Post a Comment