Pengumuman hasil sidang etik Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) anti klimaks. Terbukti ada pelanggaran tapi tak ada sanksi yang diberikan DKPP kepada KPU pusat, hanya peringatan ringan terhadap Ketua KPU Husni Kamil Manik yang dianggap telah melakukan pelanggaran kode etik dalam beberapa perkara yang diadukan.
Husni Kamil Manik dilaporkan pihak Prabowo-Hatta dalam empat perkara, namun Majelis DKPP yang dipimpin Jimly Asshiddiqie menyatakan Husni terbukti melanggar kode etik dalam dua perkara yang diadukan.
Husni dan para komisioner KPU dianggap melanggar dalam perkara penerbitan surat edara pembukaan kotak suara pascarekapitulasi nasional. Seperti dalam putusan yang dibacakan anggota DKPP Valina Singka Subekti, tindakan KPU mengeluarkkan Surat Edaran untuk pembukaan kotak suara melanggar PKPU Nomor 21 Tahun 2014.
Dalam peraturan tersebut, seperti dibacakan Valina, KPU/KIP Kabupaten/Kota wajib menyimpan dan menjaga dan mengamankan keutuhan seluruh kotak suara yang berisi surat suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya dan formulir ditingkat TPS dalam keadaan tersegel.
Meski begitu, dalam pertimbangan selanjutnya, DKPP menyatakan dapat menerima alasan bahwa tindakan tersebut tidak didasari oleh motif merubah perolehan suara. Atas berbagai pertimbangan, DKPP menjatuhkan sanksi hanya peringatan terhadap Husni dan para komisioner KPU.
"Menjatuhkan Sanksi berupa peringaan Kepada Teradu I, Teradu II, Teradu III, Teradu IV, Teradu V, Teradu VI, dan Teradu VII atas nama Husni Kamil Manik, Ferry Kurnia Rizkiansyah, Ida Budhiati, Arif Budiman,Hadar Nafis Gumay, Sigit Pamungkas, dan Juri Ardiantoro, masing-masing sebagai Ketua dan Anggota KPU Republik Indonesia, sejak dibacakannya Putusan ini," ujar Valina, Kamis (21/8), seperti dikutip dari spektanews.
DKPP juga menilai Husni dianggap melanggar kode etik karena tidak hadir dalam rapat pleno penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Dissenting Opinion
Namun masih ada satu anggota Majelis Hakim DKPP yang berpendapat beda atau dengan anggota Majelis Hakim lainnya.
Adalah Nur Hidayat Sardini berpendapat lain. Menurut dia, seharusnya tidak hanya KPU tingkat Kabupaten yang disanksi pemberhentian tetap, melainkan juga seluruh jenjang di atasnya, seperti KPU Provinsi Papua, termasuk KPU RI alias KPU Pusat. Sebab, katanya, KPU Provinsi Papua dan KPU RI juga bertanggung jawab atas terjadinya pelanggaran yang dilakukan Ketua dan seluruh Anggota KPU Kabupaten.
“…tak terkecuali KPU RI, sebagai penanggung jawab utama (leading sector) Pemilu, layak untuk dimintai pertanggungjawaban terhadap gagalnya perwujudan Pemilu sebagaimana prinsip Pemilu berkedaulatan rakyat,” kata Sardini.
Sardini mendasarkan pendapatnya pada ketentuan Pasal 7 huruf e Peraturan Bersama KPU, Bawaslu, dan DKPP tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu yang menyatakan: “Penyelenggara Pemilu berkewajiban melakukan segala upaya yang dibenarkan etika sepanjang tidak bertentangan dengan perundang-undangan sehingga memungkinkan bagi setiap penduduk yang berhak memilih terdafaftar sebagai pemilih dan dapat menggunakan hak memilihnya.”
Ia menilai, dalam pelaksanaan Pemilu Presiden tahun 2014, di Distrik Mapia Tengah dan Mapia Barat, Dogiyai, Papua, telah terjadi kegagalan dalam mendistribusikan logistik Pemilu atau tidak tepat sasaran dan tepat waktu. Akibatnya, pemungutan suara dan penghitungan suara Pemilu gagal dilakukan, sehingga hilang kesempatan, atau sekurang-kurangnya terganggunya penggunaan hak memilih sebanyak 18.022 pemilih di kedua distrik itu.
“Saya memandang, dalam Rapat Pleno Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara di seluruh jenjang, sejak KPU setempat, KPU Provinsi, hingga KPU, tidak ada perhatian yang memadai untuk mengoreksi terhadap kesalahan tersebut, kecuali masing-masing pasangan calon dianggap tidak memeroleh suara dalam pemungutan dan penghitungan suara,” kata Sardini.
sumber : http://ift.tt/1z5rsuR
No comments:
Post a Comment