Oleh Halim Mahfudz*
SEBUAH perubahan tentang koordinasi dan komunikasi antar-kementerian mulai tampak pada pola kerja Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo. Presiden melakukan kunjungan kerja pertama ke lokasi pengungsi korban letusan Gunung Sinabung di Tanah Karo. Presiden mengajak Menteri Sosial dan Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).
Yang menarik, Presiden Jokowi langsung memerintahkan sedikitnya 4 pembuat keputusan untuk segera bertindak. Menteri Kehutanan mendapat perintah mempercepat relokasi pengungsi, Pangdam Bukit Barisan mendapat tugas memfasilitasi pembangunan akses jalan, sedangkan Menteri BUMN diminta segera memberikan akses lisitrik, dan Bulog diperintahkan menjaga ketersediaan pangan. Pemerintah akan merelokasi warga dari 3 desa ke kawasan Agropolitan Siosar, Kacinambun, yang berjarak 30 kilometer dari kaki Gunung Sinabung.
Di tempat lain, Pemerintah memastikan akan memperkuat koordinasi lintas kementerian koordinator untuk mencapai target pembangunan sesuai dengan visi dan misi Presiden dan Wapres. Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil bahkan akan mengagendakan rapat koordinasi minimal seminggu sekali antara kemenko perekonomian dan kemenko kemaritiman beserta kementerian di bawahnya.
Langkah-langkah seperti ini yang belum pernah kita dengar dari pemerintahan sebelumnya. Di pemerintahan yang lalu, kita hanya mengetahui tentang sidang kabinet, atau rapat kabinet terbatas. Apa yang dihasilkan dalam rapat seperti itu tidak banyak dipublikasikan kepada rakyat. Apalagi hasil dari rapat tersebut.
Koordinasi dan komunikasi antar-kementerian sangat dibutuhkan bagi keberhasilan membangun Indonesia. Koordinasi dan komunikasi adalah kebutuhan mutlak karena tantangan berat yang dihadapi dan ancaman politis yang belum akan reda.
Indonesia punya pengalaman terkait dengan kendornya koordinasi dan komunikasi. Pada April 2012, gempa berkekuatan 8.5 skala Richter mengguncang kawasan Aceh dan pesisir barat Sumatera. Warga terkejut, takut dan lari berhamburan dan trauma tsunami tahun 2004 belum hilang. Naluri mereka adalah menyelamatkan diri dengan cepat. Yang terjadi adalah panik dan macet di mana-mana. Syukur, tsunami yang muncul kecil saja, tak seperti tahun 2004.
Standard Operating Procedure (SOP) sebenarnya sudah dirancang oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Salah satu SOP tersebut adalah tatacara jika ada gempa yang berpotensi tsunami, maka sirine harus dibunyikan sembilan menit setelah gempa. Tetapi seorang relawan bencana di Banda Aceh mendengar sirine itu 30 menit setelah gempa. Selisih waktu 21 menit tentu akan memakan banyak korban jika terjadi pada Desember 2004. Dari penelusuran, sirine itu terlambat berbunyi karena ada SOP berbeda di PLN yang menetapkan jika terjadi gempa maka seluruh aliran listrik harus dipadamkan.
Ini salah satu contoh ketika komunikasi dam koordinasi dipinggirkan. Masih banyak kejadian merugikan dan membahayakan karena komunikasi dan koordinasi diabaikan. Ketika pemerintah melakukan konversi minyak tanah ke gas tahun 2007, banyak kecelakaan di sana. Tak jelas komunikasi seperti apa yang berlangsung di antara dua kementerian dan satu perusahaan milik negara di bawah koordinasi Kementerian Kesejahteraan Rakyat. Tabung gas diproduksi oleh Kementerian Perindustrian, diedarkan oleh Kementerian Perdagangan, dan diisi Pertamina. Ketika tabung meledak kemudian ada warga mati dan dapurnya rubuh, tak jelas siapa yang bertanggung jawab.
Kepemimpinan dan cara kerja Jokowi yang gemar blusukan,memberi modal dasar untuk mengetahui langsung situasi nyata di lapangan.Hambatan komunikasi dari bawah ke atas dapat dipangkas, untuk menghindari laporan “asal bapak senang”. Proses pengambilan keputusan menjadi lebih efisien dan efektif. Tantangan utama bagi Kabinet Kerja ini adalah membiasakan para menterinya bekerja bersama. Medium untuk komunikasi harus segera dibangun.
Sementara itu untuk memudahkan dan mempercepat kerja Presiden dan para menterinya, dengan perkembangan tekonologi yang sekarang, bisa mengembangkan suatu dahsboard management, yakni sebuah sistem teknologi informasi yang mampu memantau seluruh perkembangan dari ruang kerja masing-masing. Koordinasi memerlukan pantauan dan laporan terpusat. Komunikasi memperlancar pendelegasian kewenangan pada sasaran dan momen yang tepat.*
Kolom EDITORAL prismaindonesia.com
*sumber: http://ift.tt/1GdgGt3
sumber : http://ift.tt/1rPYPxG
No comments:
Post a Comment