Pembebasan bersyarat (PB) Pollycarpus Budihari Priyanto menuai pro dan kontra. Beberapa pihak menilai, PB yang diterima terpidana kasus pembunuhan aktivis HAM Munir perlu dikaji kembali.
Adalah Komisi untuk orang hilang dan korban tindak kekerasan (KontraS) yang menuai kontra. KontraS menilai, pembebasan itu adalah bukti pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) tidak serius menangani kasus HAM.
"Iya ini bukti kegagalan komitmen Menkumham untuk penegakan HAM dan penuntasan kasus Munir khususnya," kata staf pembelaan hak sipil dan politik KontraS Alex Argo Hernowo di kantornya, Minggu (30/11/2014).
Dengan demikian, kata dia, pihaknya akan mendatangi Presiden Jokowi untuk membatalkan SK Kemenkumham terkait pembebasan bersyarat Polly. Sebab, tak seharusnya Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly memberikan hal tersebut.
"Seharusnya SK tersebut tidak diberikan begitu mudah, apalagi alasannya cuma Polly pernah jadi pramuka dan buat sabun di penjara. Itu tidak sesuai alasannya dengan kejahatan yang dilakukan," jelas dia.
Sekedar diketahui, Pollycarpus awalnya divonis 2 tahun penjara. Jaksa kemudian mengajukan peninjauan kembali (PK) pada Januari 2008.
Pollycarpus dihukum 20 tahun penjara dipotong masa hukuman sebelumnya. Pada PK ketiga, 20 Oktober 2013, hukuman Pollycarpus dipotong menjadi 14 tahun.
Jika dilihat kembali, seharusnya Pollycarpus baru bebas pada 25 Januari 2022. Namun, selama pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, ia menerima banyak remisi.
Total potongan hukuman yang ia terima adalah 51 bulan plus 80 hari atau sekitar empat tahun. Jadi, masa pidana Pollycarpus seharusnya hingga 29 Agustus 2017. [ind/inilah]
sumber : http://ift.tt/1yseMQM
No comments:
Post a Comment