Sunday, March 23, 2014

PKS: Antara Pertarungan Politik, Media Framing dan Shifting Sejarah




Oleh Toto Suryawan Aditama

Australia



Tensi politik di Indonesia dalam setahun terakhir menjelang pemilu 2014 meningkat tajam, terutama apa yang dialami oleh PKS. Diawali dengan penangkapan mantan presidennya hingga sampai dijatuhkannya vonis yang kemudian menjadi headline di seluruh media selama periode tahun 2013. Semua opini diarahkan, seolah-olah PKS adalah partai paling korup di Indonesia. Segala hal kecil yang dipandang negative tentang PKS akan diekspose besar-besaran. Seolah-olah ada orchestra dibelakangnya yang mengendalikan gerakan untuk membonsai PKS.



Belum lagi opini negative yang dibangun di social media, baik berupa cacian, hujatan, bullying, framing, dan lain-lain. Apapun yang berkaitan dengan PKS pastilah dinilai buruk. Bahkan ketika ada bencana dan kader-kader PKS secara serta merta terjun langsung untuk membantu dan melayani masyarakat yang terkena dampak bencana, maka berbagai cibiran pun datang, “Lagi cari muka die..”, “PKS riya’, bantu korban kok pake bendera”….dll.



Ditambah lagi hasil-hasil survey yang banyak dilakukan oleh lembaga survey, baik yang diakui integritasnya maupun yang tiba-tiba muncul bak jamur di musim hujan, yang mendowngrade PKS pada posisi terendah. Maka lengkaplah sudah penderitaan yang dialami oleh PKS, tidak ada lagi syarat bagi PKS untuk bisa tetap eksis di panggung perpolitikan Indonesia. Tak heran jika kemudian banyak pengamat yang memprediksi tentang kehancuran PKS pada pemilu 2014 ini.



Maka, adakah upaya yang dilakukan oleh para pimpinan dan kader PKS untuk memanage dan mengembalikan kembali dukungan public kepada PKS?



Upaya Melawan Arus



Pidato Anis Matta yang pertama kali dihadapan publik yang disaksikan oleh seluruh kader PKS sedikit banyak telah berhasil mengobati sedikit luka yang diderita oleh para kader PKS. Sejak saat itu, seluruh pimpinan, pengurus dan kader akar rumput PKS terus melakukan perlawanan baik secara terbuka maupun secara tertutup. Konsolidasi internal, perlawanan terbuka hingga operasi senyap terus dilakukan sejak pidato pertama Sang Presiden baru tersebut.



Alhasil, setelah upaya perlawanan itu digaungkan, kemenangan-kemenangan PKS dalam pilkada-pilkada telah menunjukkan bahwa PKS telah melewati masa kritisnya. Yang sangat fenomenal adalah kemenangan pada pilkada Jawa Barat yang terjadi tiga pekan setelah peristiwa tersebut dan pilkada Sumatra Utara, dua minggu kemudian. Dan yang terakhir adalah kemenangan pada pilkada Maluku Utara dan Kota Padang yang mengawali “come back”nya PKS di tahun 2014.



Lengkap sudah recovery yang dilakukan oleh PKS. Dan puncaknya adalah konsolidasi massa besar-besaran yang menandai dimulainya kampanye akbar perdananya di Gelora Bung Karno pada hari minggu, 16 Maret 2014. Ratusan ribu massa yang hadir, tumpah ruah di setiap sudut GBK yang hanya menyisakan lapangan hijaunya saja. Massa kader dan simpatisan PKS bahkan juga memenuhi bagian luar stadion yang konon berkapasitas 90.000 orang tersebut. Sempurna sudah “come back”nya PKS di pentas politik nasional dan hal ini mampu dikapitalisasikan menjadi energy luar biasa bagi setiap kader dan struktur untuk memenangkan PKS di pemilu 2014 ini.



Serangan Kembali



Fenomena kebangkitan dan konsolidasi PKS yang luar biasa ini tentu menjadi pertimbangan baru bagi para elit politik di negeri ini. Alih-alih dukungan kepada PKS merosot, tetapi setiap hari public bahkan para elit politik menyaksikan fenomena luar biasa pada setiap kampanye PKS. Massa yang besar, kreatif, tertib dan teratur menjadi fenomena mencengangkan sekaligus mengkhawatirkan bagi sebagian elit.












Lautan massa hadiri kampanye Fahri Hamzah di NTB (19/3/2014)



Terakhir kitapun menyaksikan, Fahri Hamzah yang selama ini digadang bahwa popularitasnya akan turun dan merosot akibat perlawanannya yang keras terhadap setiap upaya untuk melemahkan PKS, terutama atas sikap kerasnya terhadap KPK, justru menjadi sumber magnet tersendiri di Dapilnya.



Kali ini yang menjadi “AKTOR” politik untuk membonsai PKS adalah giliran BAWASLU. Tak tanggung-tanggung, yang dipanggil adalah Presiden PKSnya secara langsung, Anis Matta. Kemudian media ramai menyoroti dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PKS tentang pelibatan anak-anak pada saat pelaksanaan kampanye akbar perdana di GBK.



Logika sederhana, padahal yang punya gawean (Kampanye PKS di GBK -red) adalah DPW PKS DKI Jakarta, bukan pengurus pusat DPP PKS. Seandainya ingin memanggilpun, maka seharusnya yang pertama kali dipanggil adalah ketua panitia atau ketua DPW PKS DKI Jakarta untuk dimintai keterangan. Selain itu, panitiapun juga sudah mengeluarkan himbauan untuk tidak melibatkan anak-anak dalam kampanye tersebut. Berbagai upaya untuk meminimalisir keterlibatan anakpun sudah dilakukan, salah satunya dengan cara menyediakan arena bermain untuk anak-anak selama acara kampanye perdana PKS di Gelora Bung Karno berlangsung. Oleh karena itu bisa disimpulkan, pemanggilan Presiden PKS Anis Matta tersebut tidak lebih dari sekedar framing yang sengaja di bentuk untuk mengarahkan opini masyarakat. BAWASLU yang memberi umpan, dan media yang mengeksekusinya.



Sedangkan pada saat yang sama, BAWASLU tidak melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap ketua-ketua umum partai lain yang bahkan sangat jelas keterlibatan anak-anak dalam kampanye mereka. Tidak hanya hadir pada acara kampanye partai-partai lainnya, bahkan anak-anakpun turut menikmati dan menyaksikan goyangan dangdut koplo di tempat kampanye yang tidak layak disaksikan oleh mereka. Tidak hanya itu, bahkan banyak ditemukan fakta tentang adanya upaya money politik yang dilakukan oleh mereka tetapi tidak ditindak. Jadi kita semua bisa memahami apa tugas BAWASLU sesungguhnya yaitu hanya untuk memelototi kampanye PKS dan mencari kekurangannya. Bahkan BAWASLU pun telah memberikan rekomendasi kepada KPU untuk menghentikan segala macam aktivitas kampanye PKS.



Tidak hanya itu, ingatan public kepada kasus impor sapi pun juga coba dibangkitkan kembali oleh media sejak hari kamis 20 Maret 2014 lalu. Maka sempurna sudah drama politik untuk membonsai PKS yang melibatkan banyak pihak termasuk media sebagai salah satu actor utamanya.



Membaca Realitas



Melihat realita yang terjadi dan dalam mensikapi serangan yang bertubi-tubi terhadap PKS akhir-akhir ini, setidaknya ada beberapa hal yang bisa membawa dampak positif untuk PKS di masa yang akan datang sebagai tulang punggung negara modern seandainya bisa dikapitalisasikan, yaitu:



1. Situasi ini bisa digunakan oleh PKS maupun kadernya untuk melakukan mapping terhadap setiap individu, elit politik, pengamat politik, ormas, media, institusi bisnis dan institusi-institusi lainnya untuk mengukur tingkat relasi mereka terhadap PKS.



Dari mapping ini, setiap kader PKS bisa mengukur dan mengetahui sikap orang-orang yang berada di sekitarnya terhadap PKS. Dari mapping ini, kita juga bisa melihat motivasi dasar yang melatar belakangi sikap mereka terhadap PKS dan merumuskan treatment terbaik apa yang akan diberikan kepada mereka di masa yang akan datang yang bisa dikapitalisasikan menjadi modal besar bagi PKS. Puzzle-puzzle yang berserakan tersebut, kemudian bisa dikumpulkan dan disatukan untuk memahami setiap motif yang melatar belakanginya.



Dari sekian banyak motif yang nampak di permukaan, kami melihat, motif ideologi menjadi salah satu hal yang mendominasi latar belakang sikap sinisme sebagian pihak terhadap PKS. Jika diamati pergerakan orang-orang yang ada di social media, maka bisa didapati secara umum bahwa mereka yang selama ini melakukan kritik baik rasional maupun irrasional, bullying dan pembentukan opini negative terhadap PKS selama setahun terakhir adalah pihak yang sama, yang juga memberikan dukungan penuh atas pencalonan Jokowi sebagai Presiden RI.



Selain itu, analisa salah seorang tokoh agama Kristen yang mengatakan akan terjadinya kerusuhan jika Jokowi gagal terpilih sebagai Presiden RI dan sinisme Yunarto Wijaya, seorang pengamat politik yang beragama katholik terhadap kampanye perdana PKS yang seharusnya bisa bersikap netral, seolah mengkonfirmasi akan kebenaran adanya motif ideologi dibalik serangan terhadap PKS selama ini.



Walaupun berkali-kali para petinggi PKS telah menunjukkan sikapnya yang menghormati pluralitas dan keberagaman yang ada di Indonesia dan salah satu buktinya dengan melibatkan paduan suara Gereja pada kampanye PKS. Namun nampaknya sebagian dari saudara sebangsa kita yang berasal dari kaum minoritas masih memiliki prejudice terhadap PKS. Tentu hal ini akan menjadi pekerjaan rumah PKS untuk mengelola dan membangun komunikasi yang baik dengan berbagai pihak dan golongan guna mencapai sikap kesepahaman terhadap sesama anak bangsa.



2. Situasi ini juga bisa digunakan untuk melihat efektifitas dari mesin politik PKS itu sendiri. Adanya serangan bertubi-tubi dari berbagai pihak dengan berbagai resources yang dimilikinya serta kampanye negative yang dilakukan oleh media (media framing), maka apabila PKS berhasil meraih kemenangan, hal ini akan mampu meningkatkan moralitas kadernya dalam jangka panjang.



Akan muncul keyakinan bahwa PKS besar bukan karena media tetapi karena kerja keras kader-kadernya. Kemenangan PKS menunjukan akan adanya dukungan besar masyarakat terhadap PKS yang tidak bisa diragukan lagi. Dukungan yang lahir yang didasari atas adanya kontribusi yang nyata kader-kader PKS selama ini di masyarakat.



Maka jika dukungan massif masyarakat benar-benar terjadi terhadap PKS, ini menunjukan adanya fase peralihan rasionalitas masyarakat terhadap media dan pencitraan. Bukan lagi masanya pencitraan yang berbasis media dan pembentukan opini, tetapi beralih menjadi pencitraan yang berbasis reputasi. Reputasi yang dibangun oleh kerja keras, profesionalitas dan pelayanan yang paripurna terhadap semua elemen dan golongan bangsa ini.



Sebagaimana Rasulullah SAW; secara pencitraan, beliau dirusak nama baik dan reputasinya di Mekah. Akan tetapi masyarakat Mekah tidak akan pernah bisa melupakan fakta bahwa beliau adalah seseorang yang bergelar Al Amin (terpercaya).



Apa bila point kedua itu benar-benar terwujud, maka bersiap-siaplah akan adanya peralihan sejarah baru masyarakat Indonesia, sebagaimana ciri-ciri Gelombang Ketiga yang sudah diperkenalkan Presiden PKS pada setiap kesempatan pidatonya.



Wallahu álam Bishshowab



Melbourne, 21 Maret 2014



*Toto Suryawan Aditama

Ketua Bappilu PIP PKS ANZ untuk wilayah Victoria





(sumber: Kompasiana)










sumber : http://ift.tt/1jk6d6f

No comments:

Post a Comment