Saturday, May 3, 2014

Ketua DPW PKS Jateng: "Demokrasi Substansial Jangan Prosedural"











Abdul Fikri

pkssumut.or.id, Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Abdul Fikri menilai, agenda pemilu legislatif yang usai 9 April lalu, tidak berjalan dengan baik, bahkan cenderung menjadi agenda pesta demokrasi terburuk sepanjang sejarah pelaksanaan Pemilu pasca reformasi.



Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PKS Jawa Tengah ini menilai bahwa dalam Pemilu 2014 ini, hampir semua elemen demokrasi masih menerapkan demokrasi prosedural, bukan demokrasi substansial. Dia juga menyoroti tiga hal dalam kasus ini.



“Yang pertama adalah kecurangan sistemik dalam Pemilu kali ini, seperti praktik penggelembungan suara dihampir semua daerah di Indonesia. Meski Pemilu sudah usai, namun bisa kita saksikan banyak laporan kecurangan, terutama penggelembungan suara yang massif,” jelas Fikri.



Persoalan kedua adalah money politics atau politik uang, yang dinilainya sudah menjadi pemakluman di hampir di semua lini, baik itu caleg, parpol, penyelenggara pemilu bahkan masyarakat umum. “Hal ini sudah menjadi hal yang lumrah dan parahnya tidak ada sanksi tegas mengenai praktik ini, “ tegas pria asal Slawi ini.



Yang menjadi permasalahan selanjutnya, imbuh Fikri, adalah perseteruan antar caleg baik internal maupun eksternal partai. Menurut Fikri, kejadian itu seolah menjadikan struktur partai tidak terlalu dihargai oleh publik karena yang menjadi aleg adalah mereka yang memiliki suara terbanyak, sehingga siapapun memiliki peluang untuk jadi.



“Di tempat saya banyak ketua partai tidak jadi aleg padahal mereka memiliki peran signifikan dalam konteks partai dan pemilu. Ini menjadi dilema tersendiri bagi kelangsungan demokrasi di Indonesia,” tandasnya.



Jika ini terus terjadi, kata Fikri, ke depan partai tidak ada harganya sama sekali, karena menjadi batu loncatan bagi mereka yang memiliki dana melimpah. Oleh karena itu, Fikri memiliki opsi untuk mengevaluasi praktik demokrasi di Indonesia dari demokrasi prosedural menjadi demokrasi substansial.



“Perlu dikaji kembali sistem pemilu proporsional tertutup, karena hal tersebut menjadikan partai lebih berwibawa. Peserta pemilu utama kan partai, sementara dalam konteks saat ini, partai kalah dengan caleg sehingga tawaran opsi proposional tertutup perlu dipertimbangkan kembali,” tandas pria yang juga wakil ketua DPRD Jateng ini. (rms/cbnportal)





sumber : http://ift.tt/1hm3LG5

No comments:

Post a Comment