By: Zulfi Akmal
pkssumut.or.id, Salah satu misi terbesar Nabi Musa diutus Allah adalah untuk membebaskan bangsa Israel atau Bani Israil dari penjajahan yang dilakukan oleh Fir’aun dan bangsa Qibthi terhadap mereka.
Untuk menguatkan kerasulan Nabi Musa, Allah membekali beliau dengan berbagaimacam mu’jizat.
Nabi Musa membuktikan kerasulannnya di hadapan Fir’aun dan pengikutnya, serta disaksikan juga oleh bangsa Israel yang beliau perjuangkan itu.
Nabi Musa melemparkan tongkatnya kemudian berubah menjadi ular yang sangat besar, yang memakan semua ular-ular khayalan yang dibikin tukang sihir dari tali temali dan tongkat.
Kemudian Nabi Musa memasukkan tangannya ke saku, setelah dikeluarkan tangan itu berubah mengeluarkan cahaya yang menyilaukan pandangan semua yang hadir.
Menyaksikan itu tukang sihir Fir’aun yang berjumlah besar tersungkur sujud mengakui keimanannya kepada Allah. Sampai akhirnya mereka semua dibunuh oleh Fir'aun dengan cara disalib karena tidak mau lagi mengakui Fir’aun sebagai Tuhan.
Semua kejadian itu disaksikan oleh Bani Israel!
Selanjutnya Allah mengirim berbagaimacam bencana kepada Fir’aun dan pengikutnya supaya mereka sadar dan mau beriman. Allah mengirim angin tofan, belalang, kutu, katak dan air sungai Nil berubah menjadi darah.
Allah menceritakan tentang mereka:
"Mereka berkata: "Bagaimanapun kamu mendatangkan keterangan kepada kami untuk menyihir kami dengan keterangan itu, maka kami sekali-kali tidak akan beriman kepadamu".
Maka Kami kirimkan kepada mereka tofan, belalang, kutu, katak dan darah sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa.
Dan ketika mereka ditimpa azab (yang telah diterangkan itu) mereka pun berkata: "Hai Musa, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu dengan (perantaraan) kenabian yang diketahui Allah ada pada sisimu. Sesungguhnya jika kamu dapat menghilangkan azab itu daripada kami, pasti kami akan beriman kepadamu dan akan kami biarkan Bani Israel pergi bersamamu".
Maka setelah kami hilangkan azab itu dari mereka hingga batas waktu yang mereka sampai kepadanya, tiba-tiba mereka mengingkarinya. (Al A’raf: 132-135)
Semua kejadian itu juga disaksikan oleh Bani Israel!
Terakhir sekali Nabi Musa mengajak bangsa Israel meninggalkan negeri Mesir menuju negeri Palestina. Akan tetapi sayang sekali, bangsa Qibthi yang dipimpin langsung oleh Fir’aun berhasil mengejar mereka.
Dalam kondisi terdesak antara kejaran Fir’aun dan bentangan laut luas, Allah kembali menunjukkan kekuasaannya melalui tongkat Nabi Musa. Setelah dipukul pakai tongkat, laut Merah terbelah dan ditengahnya terbentang 12 jalan yang bisa dilalui oleh bangsa Israel untuk menyelamatkan diri dari kejaran Fir’aun.
Fir’au dan bala tentaranya nekat ikut masuk ke dalam laut untuk menyusul bangsa Israel. Tapi kali ini ia tidak bisa lolos dari azab Allah. Mereka semua tenggelam di laut Merah dan jasad Fir’aun diselamatkan Allah sampai sekarang. Untuk pelajaran bagi kita.
Apakah ceritanya berakhir sampai di sana?
Ternyata belum, justru sekarang Allah menampakkan bagaimana watak Bani Israel sesungguhnya. Watak-watak budak. Mental-mental babu yang sudah terbiasa dizalimi dan ditindas.
Baru saja mereka diselamatkan Allah dari kejaran Fir’aun, dan melihat laut terbelah dengan mata kepala mereka sendiri, sampai diseberang mereka melihat orang-orang yang menyembah berhala, lalu mereka berkata:
"Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)".
Musa menjawab: "Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan)" Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang selalu mereka kerjakan. (Al A’raf: 138)
Selanjutnya mereka meminta untuk melihat Allah dengan mata kepala sendiri. Akibatnya Allah mematikan mereka, kemudian menghidupkan kembali.
Setelah itu Allah menurunkan kepada mereka makanan dari langit yang bernama “manna dan salwa”. Makanan yang lezat, memenuhi seluruh kebutuhan gizi mereka, yang didapatkan tanpa usaha apa-apa. Tanpa dimasak dan diolah mereka bisa langsung nikmati.
Tapi dasar, bangsa “buhtun”, akhirnya mereka malah minta makanan yang lain, yang tidak sebanding dengan apa yang sudah dikaruniakan Allah. Mereka meminta kacang-kacangan, ‘adas dan bawang. Minta ganti sesuatu yang istimewa dengan sesuatu yang rendahan.
Masih ada lagi kelanjutannya, tapi kita cukupkan kisahnya sampai di sini.
Coba bayangkan, bagaimana bebal dan membatunya hati mereka. Setelah segitu banyak kekuasaan Allah yang mereka saksikan, dan begitu banyak nikmat Allah yang mereka rasakan, keimanan mereka masih saja tidak stabil. Masih saja membangkang kepada Rasulnya dengan puncak kedurhakaan menyembah patung anak sapi yang dibikin oleh Samiri.
Tidaklah berlebihan bila Abdullah bin Salam, tokoh Yahudi Madinah yang masuk Islam mengatakan kepada Rasulullah bahwa bangsa Israel atau Yahudi adalah bangsa yang “buhtun”.
Kalau saya memahami “buhtun” itu adalah: kumpulan dari “bodoh, bego, tolol, pandir, dan teman-temannya yang lain” diaduk menjadi satu, kemudian dimasukkan ke dalam blender. Hasil racitannya itulah “buhtun”. Sekalipun secara IQ mereka cerdas dan jenius.
Kalau kita telusuri dari seluruh kisah mereka yang diceritakan Allah dalam al Qur’an begitulah adanya mereka. Sampai anak cucunya hari ini persis seperti itu.
Pelajaran bagi kita:
Kita bangsa Indonesia jangan sampai menjadi bangsa “buntun” seperti ini. Sudah silih berganti azab dan kekuasaan Allah yang kita saksikan, tapi itu semua belum juga bisa menyadarkan kita untuk kembali kepada jalan yang benar.
Tsunami, gempa bumi, gunung meletus, banjir, angin punting beliung, gagal panen, kebakaran hutan, tidak turun hujan, wabah penyakit, penindasan, krisis moneter, krisis kepemimpinan, krisis ini dan itu, tapi semua itu belum juga membuat bangsa kita menunjukkan keinsafan dan kembali kejalan yang benar.
Malah hari demi hari menunjukkan kita semakin jauh dari Allah. Semakin nekat dan menantang Allah dengan kemaksiatan. Sampai nilai-nilai menjadi terbalik. Maksiat menajadi hal biasa, ketaatan justru menjadi tontonan aneh yang perlu dibasmi.
Sebutlah, apalagi……! Tidak usah sungkan!
Semoga kita tidak sampai kepada derjat:
“…….maka mereka tidak akan beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih." (Yunus: 88)
Ya Allah, karuniakanlah kami kesadaran untuk mau bertaubat, dan terimalah taubat kami itu.
sumber : http://ift.tt/1pr1vUS
No comments:
Post a Comment