Semoga ini menjadi nasehat tuk sebuah hati. Tuk luruhkan lagi kealpaan kita sebagai ayah atau pun ibu. Kisah sederhana dua anak manusia di sepotong kehidupannya.
Kisah 1
Seorang sahabat pernah bertutur tentang pengalamannya mengunjungi sebuah panti asuhan yang tampak sederhana. Datang bersama beberapa sahabatnya tuk berbagi kasih dan kegembiraan pada anak anak kecintaan Nabi saw itu. Hingga suatu waktu, saat kunjungan nya yg kesekian kali peristiwa batin itu terjadi.
Di saat anak anak lain sedang bergembira dengan hadiah yang dibawa, ada seorg bocah 5 tahun, kita sebut saja Aisyah. Aisyah selalu memperhatikan sahabat ku itu dengan tatapan yang dalam khas tatapan seorang bocah kecil saat mengharapkan sesuatu tapi malu tuk mengatakannya.
Merasa diperhatikan sedemikian rupa, sahabatku menjadi tergerak hatinya tuk mendekati Aisyah. Dia hampiri bocah itu seraya bertanya sambil mencandainya. "Apa kabar sayang? Kenapa perhatiin om?" Sambil meletakan lututnya di lantai, sahabatku mencoba mengajak bicara Aisyah. Namun hanya diam. Hanya tatapan malu dan harap yang bicara.
Hingga sahabatku bertanya lagi sambil lebih mendekat kepada wajahnya. Dan akhirnya Aisyah mengatakan sesuatu. Dia berkata dengan ucapan lirih sambil menatap malu sahabatku. "Om boleh aku panggil ayah?".
Sahabatku terdiam. Tertunduk wajahnya. Hatinya mengharu biru bercampur iba. Tak lama, Aisyah dipeluknya. Erat. Sambil menjawab "boleh sayang". Bulir bening tumpah perlahan dari sudut mata sahabatku. Sambil terus berkata, "boleh sayang. Aisyah boleh panggil om ayah".
Sebuah harapan sederhana seorang bocah yatim. Aku pun tak tahan tuk menangis mendengar kisah itu.
Kisah 2
Adit, bocah lelaki 5 tahun yang sudah piatu. Sahabat dari anakku Ayyash. Hubungan mereka cukup akrab. Bermain bersama sampai mengaji pun juga bersama. Adith ditinggal wafat bundanya saat dia masih 2 tahun. Dia dari keluarga dhuafa. Ayahnya tak begitu mampu merawat dengan baik Adith dan kakaknya. Hingga kadang tuk makan pun mereka harus berkeliling ke rumah kerabat ayahnya.
Suatu hari saat Ayyash dan Adith bercengkrama dengan riangnya, Adith berbicara dengan nada lepas dan terkesan polos. "Yash, nyusul ibu naek apa ya? Adith kangen ibu." Ayyash tertawa kecil, dia berkata: "Ga bisa nyusul lah, kan ibu adith sdh meninggal".
Saat Ayyash menceritakan itu pada istriku, hatinya tak kuasa menahan iba. Menahan tangis. Perasan keibuannya seakan dibetot oleh tangan keras hingga harus menahan perih. Perih sebagai seorg ibu yang tahu benar akan kerinduan seorang anak saat berpisah dengan ibunya.
~Amin Agustin~
sumber : http://ift.tt/1zQIlQ6
No comments:
Post a Comment