Pada awal November 2014 lalu, Paguyuban Keluarga Korban Talangsari (PK2TL) mengeluarkan siaran pers-nya yang isinya membantah pernyataan mantan Komandan Korem 043/ Garuda Hitam cum mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Hendropriyono yang mengatakan ketika diwawancarai dengan wartawan Amerika Serikat Allan Nairn pada Oktober 2014 bahwa ratusan warga pengajian Warsidi tewas karena bunuh diri. Menurut PK2TL, warga tewas karena ditembak, bukan karena aksi bunuh diri.
“Korban ditembaki tentara,” ujar anggota PK2TL Edi Arsadat tentang korban kasus tragedi hak asasi manusia di Desa Talangsari, Lampung Timur, pada 7 Februari 1989 silam itu.
Edi mengungkapkan, kasus penyerbuan warga di Desa Talangsari merupakan kejahatan kemanusiaan internasional yang jelas melanggar hak asasi. Untuk itu, ia berharap pihak yang bertanggung jawab segera diadili dan dihukum.
Namun, rupanya, apa yang diungkapkan PK2TL itu tak digubris, baik oleh Hendropriyono maupun pihak-pihak yang diberi amanah untuk menegakkan hukum dan keadlian.
Maka, salah seorang korban Peristiwa Talangsari, Azwar namanya, dengan tim advokasi dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), melaporkan Hendropriyono ke Bareskrim Mabes Polri.
Menurut Wakil Koordinator Bidang Advokasi Kontras Yati Andriyani, ketika melaporkan Hendropriyono, mereka membawa bukti berupa hasil wawancara Allan Nairn tersebut.
Dalam wawancara itu, Hendropriyono menyangkal telah terjadi pembunuhan massal yang dilakukan anak buahnya. Padahal, berdasarkan kesaksian para korban dalam peristiwa tersebut, lebih dari 300 orang menjadi korban pembunuhan secara brutal oleh aparat TNI.
Laporan ke Bareskrim Mabes Polri itu, kata Yati, didasari atas Pasal 320 ayat 1 KUHP mengenai penghinaan terhadap orang yang sudah meninggal. Namun, penyelidikan atas perkara tersebut kini telah dilimpahkan ke Polda Metro Jaya. Menurut Yati, proses penyelidikan saat ini masih berlangsung dengan agenda pemeriksaan saksi pelapor.
Yati mengungkapkan, keterlibatan Hendropriyono dalam kasus Talangsari dapat dibuktikan melalui keterangan para saksi.
Hendropriyono sebagai Komandan Resor Militer 043 Garuda Hitam Lampung disebut sebagai pemimpin penyerangan kepada kelompok masyarakat di Talangsari Pada 7 Februari 1989 silam.
Warga yang berada di rumah dan gubuknya dibakar dan ditembak, bahkan ada yang keluar ditembak dan ditangkap serta disekap.
Aksi penyerbuan itu dipicu setelah salah seorang anggota ABRI, Kapten Soetiman, tewas dengan luka parah di kampung tersebut. Kejadian ini menurut berbagai versi, baik Kontras dan Komite Smala, korban tewas lebih dari 100 orang, sedangkan PK2TL menyebut lebih dari 200 orang. [voa-islam]
sumber : http://ift.tt/16xkSqd
No comments:
Post a Comment