Thursday, July 2, 2015
Martunis, Anak Angkat Ronaldo Yang Selamat Dari Tsunami Aceh Diterima Sporting Lisbon
Lisbon – Martunis punya mimpi besar mengikuti jejak sang ayah angkat, Cristiano Ronaldo. Kini remaja asal Aceh itu bisa mulai merintis karier seperti Ronaldo, usai bergabung dengan akademi Sporting Lisbon.
Martunis memang dikenal sebagai anak angkat Ronaldo. Keduanya terikat hubungan setelah bencana gempa bumi dan tsunami melanda Aceh tahun 2004 silam.
Saat itu Martunis yang baru berusia 7 tahun ditemukan bertahan hidup setelah 21 hari di antara puing-puing. Kisahnya mendunia karena saat itu mengenakan seragam tim nasional Portugal. Seragam itu pula yang kemudian mempertemukan Martunis kecil dengan seluruh skuat timnas Selecao das Quinas dan Ronaldo.
Nah, beberapa hari lalu tepatnya pada Minggu (28/6/2015), Martunis berkesempatan kembali ke Portugal. Ini merupakan kunjungan keduanya setelah 10 tahun lalu.
Seperti diberitakan sebelumnya, Martunis kabarnya akan belajar sepakbola di tanah kelahiran Ronaldo itu. Kabar baik menyambutnya, akademi Sporting Lisbon menerimanya sebagai pemain didikan.
Hal itu diumumkan Sporting dalam acara gala peringatan ulang tahun klub. Di acara itu, Sporting mengumumkan nama para pemain akademi, termasuk Martunis yang diumumkan terakhir.
“Martunis adalah atlet terakhir Akademi Sporting, di mana dia akan hidup, belajar, tumbuh sebagai seorang pria dan pesepakbola. #GalaSCP,” demikian yang dicuitkan Sporting lewat akun resmi twitternya @Sportin_CP. (Amrul)
Sumber: http://ift.tt/1UeWrSM
Kesempatan bergabung dengan Akademi Lisbon membuat Martunis gembira. "Saya senang berada di Sporting dan senang dengan kesempatan yang diberikan kepada saya," ucap Martunis seperti dilansir dari situs resmi klub.
Bagi Martunis, bergabung dengan klub sepak bola bukanlah hal baru. Dia sebelumnya pernah tercatat menjadi bagian dari klub asal Aceh, PSAP Sigli.
Link video saat Martunis diterima di Sporting Lisbon: https://youtu.be/jn5gyjZrzkM
Kisah Martunis Selamat dari Tsunami Aceh
Masih ingat Martunis? Bocah yang saat berumur 8 tahun itu terombang-ambing selama tiga minggu di antara sampah-sampah material yang dihanyutkan oleh tsunami di Aceh dengan hanya menggunakan seragam Timnas Portugal.
Martunis kecil ditemukan masih bernapas setelah hanyut selama tiga minggu akibat tsunami yang menghantam Aceh. Rumahnya hilang ditelan bencana tersebut. Begitu pun dengan ibu dan kakak perempuannya.
Kemampuannya bertahan selama tiga minggu itu sempat mengagetkan para dokter dan relawan medis yang saat itu hampir menyerah untuk menyelamatkan para korban tsunami. Martunis seketika itu menjadi simbol harapan dari seluruh warga Aceh.
Desember 2014, The West Australian bertemu dengan bocah yang kini telah berusia 18 tahun itu. Ia masih tinggal di Banda Aceh dan masih menyimpan seragam Portugal yang digunakannya saat dirinya hanyut.
Martunis mengaku ia masih mengingat jelas kejadian yang menimpanya pada 26 Desember 2004 itu.
Ia bersama ibu dan kakak perempuannya di dalam mobil, berusaha melarikan diri dari kejaran air yang menggulung. Namun, usaha mereka gagal. Mobil mereka terempas dan melempar Martunis keluar dari dalam mobil. Martunis kehilangan mereka dan berhasil menyelamatkan dirinya dengan berpegangan pada sebuah bangku sekolah, lalu ke sebuah kasur, ke sebuah pohon dan terakhir ke sebuah sofa.
Ia hanyut melewati kota tempat tinggalnya menuju ke laut dan selama tiga minggu ia hanya melihat mayat dan hanya memakan mie instan yang belum dimasak untuk bertahan hidup.
“Saya berada di laut selama 21 hari dan tidak melihat siapa pun,” ujar Martunis mengenang.
Setelah itu ia ditemukan oleh relawan dalam keadaan dehidrasi, linglung dan sekujur tubuhnya habis digigit nyamuk. Ia lalu diserahkan kepada organisasi Save The Children yang saat itu berada di Aceh.
Mohammad Hatta, salah satu relawan yang bekerja di organisasi tersebut dan tidak mampu bicara dalam bahasa Aceh adalah orang yang dipercaya untuk menjaganya.
“Saya membawa Martunis ke rumah sakit dan mengatakan kepada tim dokter, ‘anak ini baru ditemukan hari ini’,” ujar Hatta saat ditemui di rumahnya.
“Di hari itu, ketika saya melihat Martunis, ia sangat lemah. Saat bersama saya, itu adalah tenaga terakhir yang dimilikinya. Jika para relawan itu tidak menemukannya beberapa menit saja, ia pasti sudah tidak berada lagi di sini,” jelasnya.
Di rumah sakit tempat Hatta membawa Martunis, ia bertemu dengan ayah kandung Martunis yang langsung dibawanya ke hadapan Martunis.
“Saya mengatakan kepada ayahnya, ‘Ia masih sedikit linglung dan berusaha untuk menerima apa yang terjadi kepadanya. Coba untuk sabar menghadapinya’,” ujar Hatta mencoba mengingat-ingat lagi.
Saat ayahnya berada di hadapannya, Martunis hanya menatapnya dan tidak mengatakan sepatah kata pun. “Saya bertanya kepada Martunis, ‘Apa kamu mengenalnya? Ini ayahmu’,” ujar Hatta. “Ayahnya lalu menghampirinya, memeluknya dan Martunis mulai menangis.”
Ditemui setelah hampir satu dekade setelah kejadian itu, Martunis yang sedang memainkan bola di pinggir laut mengatakan, ia masih menyimpan keinginan untuk menjadi pesepak bola profesional (saat itu Martunis belum diterima di akademi Sporting Lisbon).
Dan demi mewujudkan mimpinya itu, ia masih terus berlatih di SSO Real Madrid Foundations di lapangan kompleks Stadion Harapan Bangsa, Aceh, tiga kali seminggu.
Pelatih di SSO tersebut memuji Martunis yang disebutnya baik secara visi meski diakuinya ia harus terus berlatih dan bekerja keras untuk meningkatkan staminanya.
Pada kesempatan itu, Martunis juga tidak lupa bercerita tentang tiga seragam lainnya yang ia simpan di sebuah koper.
Seragam pertama ditandatangani oleh seluruh skuat timnas Portugal yang diberikan kepadanya setelah ceritanya bertahan hidup dari tsunami menjadi berita utama di media-media luar.
Seragam kedua adalah seragam away timnas Portugal berwarna putih yang ditandatangani langsung oleh mega bintang, Cristiano Ronaldo yang telah bertemu dengannya dan menyebutnya sebagai anak angkatnya.
Seragam terakhir yang disebutnya sebagai seragam paling spesial juga diberikan kepadanya oleh Ronaldo. Seragam timnas Portugal yang bertuliskan namanya dan bernomor punggung ‘1’.
“Ia adalah anak yang tangguh,” ujar Hatta. “Ia berhasil bertahan hidup saat semua orang meragukannya bisa bertahan dari bencana yang mengerikan itu.” (gtr)
Sumber: http://ift.tt/1UeWrSN
sumber : http://ift.tt/1GT6NNV
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment