ASAP DALAM KOMPLIKASI HUKUM DAN KEKUATAN
Oleh Imam B. Prasodjo*
Sudah dapat diduga, yang paling berat dalam mengatasi bencana asap hingga ke akar akarnya adalah komplikasi hukum dan kaitan tarik menarik kekuatan yang ada di dalamnya. Coba perhatikan! Mungkinkah penegak hukum (kepolisian dan kejaksaan) akan mampu bertindak tegas dalam melakukan tindakan hukum bila di dalam raksasa perusahaan perusahaan perkebunan yang memiliki potensi terkait dengan "pembakaran hutan" ternyata di belakangnya ada komisaris para mantan pembesar dalam lembaga penegak hukum? Entahlah!
Sebagai bangsa, kita menangis atas kenyataan ini. Di tengah kehidupan rakyat yang begitu banyak masih dalam derita, jutaan petani dan buruh yang bergaji tak cukup menyambung hari, hingga jutaan perempuan Indonesia terpaksa harus mengais tetesan rizki menjadi kuli, babu, TKI, dan menyabung nyawa, meninggalkan anak dan suami, dan belum lagi di dalam hutan sana juga ada ratusan ribu kehidupan suku suku pedalaman yang selama ini dengan setia menjaga hutan sumber kehidupan warisan ribuan tahun nenek moyang, dan tak juga terbayang jutaan kekayaan alam, keragaman flora dan fauna yang menjadi sumber kekayaan bangsa, dan banyak lagi, ternyata hancur dalam cengkraman raksasa bisnis yang entah untuk kemakmuran siapa. Lihatlah hutan dibakar, digadaikan, diobral untuk kemewahan dan kerakusan di atas derita orang orang yang harusnya pemilik paling sah negeri ini.
Kita pun merenung saat membaca kembali konstitusi (UUD 1945 Pasal 33) yang telah begitu jelas menyatakan: "Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara" (Ayat 2). Juga disebutkan: "Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat" (Ayat 3).
Orang pun dengan mudah dapat bertanya: "Tapi mana kemakmuran untuk rakyat di tengah kemewahan perusahaan raksasa itu? Lihatlah korban korban asap akibat jutaan hektar hutan hangus, menebar asap begitu menyesakkan"
Dan yang paling penting harus diingat juga adalah, dalam konstitusi kita juga disebutkan: "Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional" (Ayat 4).
Lagi lagi, rakyat dengan mudah dapat menggugat: "Tapi mana kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, dan kemandirian. Dan mana pula prinsip menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional?"
Saya tak terbayang apa perasaan jutaan rakyat negeri ini bila semua mendapat kesempatan membaca berita berikut ini:
--------------------------------------------------------------
29 Taipan Sawit Kuasai Lahan Hampir Setengah Pulau Jawa | http://ift.tt/1NcNjHx
--------------------------------------------------------------
Semoga negeri ini, yang pemerintahannya dibentuk dan ada karena darah pengorbanan nenek moyang, yang mengorbankan nyawa demi cita cita "memajukan kesejahteraan umum", yang bersumpah hingga dituangkan dalam kata kata begitu jelas untuk "melindungi segenap bangsa Indonesia", tak berkhianat, dan dapat selamat dalam menghadapi tantangan yang begitu besar ini.
Mari kita amati sambil berdoa agar berita berita berikut ini tak berakhir dengan berita buruk bagi bangsa ini karena ulah dan penghianatan terhadap cita cita proklamasi.
Bacalah:
1. Tak Ingin Gaduh, Kapolri Akui Kini Lebih Tertutup | http://ift.tt/1QazrTq
2. Pemerintah Tak Akan Buka Nama Perusahaan yang Bakar Hutan http://ift.tt/1PQOktV
3. JK Khawatirkan Penyakit Jangka Panjang Bagi Anak yang Terpapar Asap http://ift.tt/1Og4o9s
4. Kerugian Kebakaran Hutan di Jambi Capai Rp 7 Triliun http://ift.tt/1QazrTu
#iPras2015
4 November
___
*Sumber: http://ift.tt/1NcNl27
sumber : http://ift.tt/1kr0Y6x
No comments:
Post a Comment