Monday, April 6, 2015

Paripurna DPRD Nyatakan Ahok Bersalah, Kini Dihadapkan Hak Menyatakan Pendapat












Rapat Paripurna DPRD DKI Jakarta, Senin (6/4/2015)



Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dinyatakan melakukan pelanggaran undang-undang terkait pembahasan R-APBD DKI 2015 dan soal etika.



Demikian hasil temuan Panitia Hak Angket DPRD DKI yang dibacakan dalam Rapat Paripurna di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Senin (6/4/2015). Selanjutnya, pimpinan DPRD DKI akan menindaklanjuti laporan hasil angket tersebut.



Dalam paripurna tersebut, Anggota DPRD DKI dari Fraksi Gerindra M Syarif mengusulkan penyampaian Hak Menyatakan Pendapat (HMP) ke Gubernur Ahok. Syarif mengaku, sudah mengantongi persetujuan lebih dari 20 anggota dewan.



Ia mengatakan seluruh anggota fraksi Gerindra yakni 15 orang sudah menandatangani surat pengajuan HMP ini. Selain Gerindra, anggota DPRD dari Golkar dan PKS juga mengajukan HMP.



Sesuai UU MD3 Pasal 336 ayat 1 huruf B, pengajuan HMP ini harus dilakukan oleh minimal 20 anggota DPRD yang berasal dari 2 fraksi.



"‎Sudah ada 20 orang. Gerindra 15 orang dan dari Golkar. Tambah PKS ada 8 orang, jadi ada 28 orang. Sudah sah. Jadi yang mengajukan Gerindra, Golkar dan PKS," kata Syarif.



Selanjutnya, akan digelar paripurna untuk membahas apakah pengajuan itu disetujui oleh anggota DPRD dan pimpinan dewan atau tidak. Jika disetujui untuk diajukan, maka harus 2/3 dari 106 anggota DPRD yang menyatakan setuju dilakukannya HMP.



Ia mengatakan HMP diajukan karena dalam UU tak pernah ada opsi teguran keras atas pelanggaran UU yang dilakukan kepala daerah. Sehingga anggota Gerindra mengajukan HMP dan ujungnya pada pemberhentian Ahok sebagai gubernur.



"Kalau yang dari usul, tentu sesuai dengan ketentuan yang ada sanksi itukan pemberhentian. Saya baca diundang-undang tidak ada itu sanksi teguran. Langsung pemberhentian. Kita maunya pemberhentian," pungkas Syarif.



Untuk diketahui, Hak Menyatakan Pendapat alias HMP adalah hak dewan (DPRD) untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan kepala daerah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket. HMP biasanya 'ditembakkan' untuk melakukan pemakzulan sang kepala daerah. (RMOL/detik/foto: dari twitter @FPKS_Jakarta)







sumber : http://ift.tt/1c21wfo

No comments:

Post a Comment