Oleh: Nashihin Nizhamuddin
(Chief editor penerbit buku Islam, peminat politik dan sejarah tinggal di Jakarta)
Beberapa hari belakangan ini, publik diramaikan oleh berita pemblokiran 22 situs Islam. Berita yang cukup membuat heboh para praktisi media Islam dan kaum muslimin pada umumnya. Wajar, jika tidak sedikit dari kalangan umat Islam yang berang mendengar berita tersebut. Tidak hanya ramai di sosmed masyarakat menyikapi pemblokiran tersebut, namun juga memenuh pemberitaan televisi dan media cetak, serta media media online lain.
Bukan kali ini saja umat Islam dibuat gerah oleh perlakuan seperti itu di negeri berpenduduk mayoritas muslim ini, tetapi sudah cukup sering. Untuk kesekian kali umat Islam dihadapkan pada kenyataan pahit ini. Pertanyaan pun muncul, “Akan dihadapkan kepada apa umat ini?” Trauma orde baru pun muncul kembali dalam benak aktivis Islam, yaitu upaya pengebirian dakwah Islam. Kecemasan timbul, khawatir kondisi masa orde baru terulang kembali.
Memang, terasa janggal perilaku pemblokiran itu di saat masyarakat sedang bebas berbicara apa saja dalam alam demokrasi seperti saat ini. Wajar, bila ada sebagian kalangan menganggap pemblokiran tersebut sebagai tindakan bodoh atau sensasi yang kontraproduktif.
Kenapa kontraproduktif? Pertama, saat ini kaum muslimin sedang memiliki kesadaran kuat dalam mengamalkan ajaran Islam. Di mana, kesadaran ini cukup merata di hampir seluruh tingkatan sosial kaum muslimin sehinga upaya pengebirian media Islam sama saja mengganggu macan lapar.
Kedua, memang ada yang berpendapat bahwa ada sebagian dari 22 situs tersebut yang pemberitaannya cukup panas dan bernada provokasi, tetapi itu barangkali hanya satu atau dua saja, dan tidak bisa dipukul rata. Maka, tidak heran jika generalisasi ini membuat gerah situs-situs lain yang menjadi korban pemblokiran. Dan, tak ayal, ini membangkitkan solidaritas di antara media-media tersebut.
Ketiga, disadari atau tidak, ini menjadi semacam iklan gratis. Masyarakat yang semula tidak begitu mengenal situs-situs tersebut, atau bahkan tidak mengenal sama sekali sebelumnya, menjadi penasaran untuk mengunjunginya. Dari sini, jika kenyataannya situs-situs itu isinya tidak sebagaimana yang dikhawatirkan maka sangat mungkin menjadi celah masuk pintu hidayah bagi para pengunjung baru.
Maka, sampaikan ucapan, “Makasih BNPT, Makasih Kemenkominfo".
__
*Sumber: email dari penulis, artikel sudah dipublis di Kompasiana
sumber : http://ift.tt/1Ct1MJy
No comments:
Post a Comment