Saturday, December 26, 2015

Harga BBM Baru Tidak Turun, Tapi Naik Berlipat. Ini Perhitungannya!


Oleh Rudi Rosidi

Pemerintah Indonesia yang sekarang dikuasai oleh Jokowi dan KIH nya kembali melakukan ‘penyesuaian’ harga BBM. Menteri ESDM Sudirman Said mengumumkan harga baru BBM jenis premium dan solar, Rabu, 23 Desember 2015. Harga premium turun Rp 150 rupiah per liter. Yakni dari Rp 7.300 per liter, menjadi Rp 7.150 per liter.

"Itu sudah termasuk pungutan dana untuk ketahanan energi sebesar Rp 200 per liter," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said di kantor Presiden, Jakarta, Rabu, 23 Desember 2015. "Ini berlaku per 5 Januari 2016," ujarnya. (TEMPO)

Sekilas, masyarakat awam yang sudah banyak antipati terhadap rezim ini akibat pengeluaran rumah tangga yang sulit diimbang dengan pendapatan karena harga-harga sudah semakin melonjak, sedikit terhibur. Terlebih lagi Fans Jokowi menjadi bersorak gembira karena pujaannya mampu ‘menurunkan’ harga BBM.

Apakah benar harga BBM turun menyesuaikan harga minyak dunia? Apakah benar 200 perak dari Rp 7.150 per liter atau sekitar 15-25 Triliun yang ‘dipungut’ dari rakyat benar-benar akan dialokasikan untuk pengembangan Energi Terbarukan? Mari kita simak dengan seksama ulasan berikut.

Perhitungan penentuan harga BBM tentus saja tidak sesederhana yang kita pikirkan. Banyak variabel yang mempengaruhi. Selain harga minyak dunia sebagai komponen utama penentuan harga, tentunya ada variabel produksi lan seperti lifting dan biaya transportasi. Dan tentunya ada variabel laba yang ‘wajib’ dinikmati oleh jaringan pebisnis BBM. Mana ada orang dagang pengen rugi kan? :)

Tentunya sudah banyak yang mengulas soal kelayakan harga yang dilakukan oleh pemerintah ini. Mulai dari kalangan akademisi, pengamat, dan tentunya politisi. Ulasan Kwik Kian Gie termasuk yang cukup sering menjadi acuan masyarakat dalam mengkritisi kebijakan pemerintah terkait penentuan harga BBM ini baik sejak zaman SBY pun hingga sekarang zaman Jokowi.

Kembali ke pertanyaan apakah layak pemerintah menentukan harga BBM sekian. Apakah sudah sesuai dengan obyektifitas perhitungan. Apakah benar pemerintah menyesuaikan harga BBM pada harga minyak dunia. Dan berapakah proporsi atau rasio harga BBM yang ditetapkan pemerintah terhadap harga minyak dunia. Pertanyaan krusial lainnya adalah pada sesi penetapan harga BBM sesi kapankah pemerintah berhasil menekan harga BBM DEMI RAKYAT. Sekali lagi, demi rakyat ya. Bukan demi pedagang (saja).

Gambar diatas (Rasio Harga BBM terhadap Harga Minyak Dunia) adalah DATA yang saya olah dari berbagai sumber terkait pertanyaan di atas. Bila kita perhatikan, rasio tertinggi harga BBM yang ditetapkan pemerintah terhadap harga minyak dunia adalah saat ini yang baru saja diumumkan oleh Menteri ESDM Sudirman Said tanggal 23 Desember 2015 kemarin. Harga BBM tercatat 2,36 (236%) kali lebih besar dari harga minyak dunia. Jika komponen biaya lain dalam proses produksi dan penjualan termasuk pajak sekitar 36%, maka pemerintah masih untung 100% dari penjualan per liter BBM. Itupun pemerintah masih dapat pajak penjualan minimal 10%. Gila ya?! Emang gila!

Sementara itu rasio terendah harga BBM yang ditetapkan pemerintah terhadap harga minyak dunia adalah ketika terjadi penetapan harga BBM pada tanggal 4 Mei 2008, bahkan hanya 0,81 kali hari harga minyak dunia yang artinya pemerintah sangat mensubsidi BBM. Kayanya masa-masa itu pemerintah lagi kelebihan duit kali ya :)

Apapun itu, yang pasti di rezim Jokowi harga BBM semakin melonjak tinggi. Tak lagi proporsional dalam mengimbangi harga minyak dunia. Harga BBM benar-benar semakin pekat, sepekat awan ekonomi yang semakin gelap. Masih percaya harga BBM ‘diturunkan’?


Catatan:
1. Harga Minyak Dunia West Texas Intermediate (WTI): http://ift.tt/1YF0Dje
2. Kurs Dolar: http://ift.tt/1cH7Ty9
3. Konversi untuk 1 Barrel  Minyak WTI (42 US gallon) = 158,9873   liter
4. Harga BBM di Indonesia: http://ift.tt/1YF0Dji
5. Harga Minyak Dunia dihitung berdasar harga satu minggu sebelum penetapan harga BBM.




sumber : http://ift.tt/1PpsQD9

No comments:

Post a Comment