Pengamat politik Universitas Islam Indonesia (UIN) Syarief Hidayatullah, Ahmad Bakir Ihsan menilai, kegagalan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) di berbagai konstelasi politik disebabkan oleh gaya berpolitik Ketua Umum PDI P, Megawati Soekarnoputri yang cenderung eksklusif.
"Kegagalan KIH dalam kasus RUU Pilkada, MD3, dan pimpinan DPR adalah indikator kegagalan lobi dan komunikasi KIH, khususnya PDIP ditentukan oleh Megawati yang komunikasi politiknya cenderung eksklusif," kata Bakir di Jakarta, Kamis, 2 Oktober 2014.
Menurut Bakir, dalam sistem kepartaian yang cenderung paternalistik memang peran ketua umum sangat menentukan. Sehingga tidak heran, jika Megawati memiliki peran penting kendati PDI P memiliki suara tertinggi.
Namun hal itu bukan berarti membuat partai ini tidak proaktif dalam membangun komunikasi politik.
"Seharusnya tetap proaktif untuk membangun komunikasi. Kekakuan komunikasi PDI P telah mengantarkan PDI P tak beranjak dari kegagalannya sebagaimana pada pemilu 1999," ujar Bakir.
Bakir pun tidak memungkiri kalau kegagalan PDIP bersama koalisinya, PKB, NasDem, dan Hanura terutama dalam pembahasan RUU Pilkada disebabkan oleh kekakuan Mega dalam membangun berkomunikasi dan lobi KIH.
Di mana, KIH gagal mengusung Pilkada langsung namun sebaliknya Koalisi Merah Putih (KMP) berhasil membawa pengesahan RUU Pilkada menjadi UU Pilkada melalui DPRD.
"Seandainya ada komunikasi Mega dengan SBY sebagai Ketua umum Partai Demokrat, partai terbesar di DPR saat itu mungkin akan lain hasilnya. Mega dan SBY ini Godmother dan Godfather di partainya masing-masing, karenanya sangat penting posisi untuk saling komunikasi," jelasnya.
Kendati demikian, Bakir melihat komposisi antara KIH dan KMP di parlemen dan pemerintan akan membuat konstelasi politik Indonesia menjadi menarik. Pasalnya relasi legislatif-eksekutif akan dinamis.
"Fungsi check and balance sejatinya bisa berlangsung efektif," pungkasnya. (fs)
sumber : http://ift.tt/ZMo91u
No comments:
Post a Comment